Sabtu, 24 Oktober 2015

Kisah waliyullah yg dibuang disampah

Seorang Kekasih Allah Yang Dibuang Pada
Penampungan Sampah
pada zaman Nabi Musa As. ada seorang fasik
(orang yang suka melakukan maksiat) yang
meninggal dunia, orang-orang disekitarnya
enggan memandikan dan menguburnya karena
ulah buruk yang sering ia lakukan. Mereka pun
menyeret kakinya dan membuangnya di tempat
penampungan sampah. Kemudian Allah
memberikan wahyu kepada Nabi Musa “Wahai
Musa, pada suatu perkampungan ada seseorang
yang meninggal dunia dan dibuang di tempat
penampungan sampah. Orang itu adalah salah
satu dari kekasih-Ku. Tetapi orang-orang
disekitarnya enggan untuk memandikan,
mengkafani, dan menguburnya. Maka pergilah
kamu, kemudian mandikan ia, berikan kafan dan
sholatilah ia, setelah itu kuburlah ia...!!!
Kemudian Nabi Musa As. pun segera pergi
mencari dan menemui penduduk perkampungan
tersebut. Beliau bertanya kepada penduduk
kampung tersebut tentang mayat seorang laki-
laki yang dibuang di tempat penampungan
sampah.Para penduduk kampung pun segera
mengantarkan Nabi Musa ke tempat dimana
mayat orang tersebut dibuang.
Nabi Musa bermunajah kepada Allah “Wahai
tuhanku, Engkau telah memerintah kepadaku
untuk menyolati dan menguburnya, tetapi para
penduduk telah memberi kesaksian buruk
terhadapnya. Maka Engkau lebih mengetahui dari
pada mereka atas kebaikan dan
keburukannya !!!”. Kemudian Allah memberikan
wahyu kepada Nabi Musa “Wahai Musa, benar
apa yang telah diceritakan para penduduk atas
keburukan tentangnya. Tetapi ia telah memohon
pertolongan kepada-Ku dengan tiga perkara saat
menjelang kematiannya. Jikalau semua para
pendosa meminta kepadaku dengan tiga perkara
tersebut, niscaya aku akan memberikannya,
sedangkan ia hanya meminta seorang diri. Dan
Aku adalah dzat yang lebih pengasih dari semua
orang yang pengasih...!!!
Nabi Musa pun bertanya “Wahai tuhanku, apa
tiga perkara tersebut ???”.
Allah pun berkata “Ketika telah dekat waktu
kematiannya, ia berdo’a “Wahai tuhanku, Engkau
mengetahui tentangku. Sungguh aku telah
melakukan maksiat, sedangkan di dalam hatiku
membenci melakukannya. Tetapi telah menyatu
tiga perkara sehingga aku melakukan maksiat
sedangkan hatiku membencinya, yaitu hawa
nafsu, teman yang buruk, dan iblis laknatullah
dan tiga perkara ini yang menjadikan aku senang
melakukan maksiat. Wahai tuhanku,
sesungguhnya Engkau mengetahui tentangku
atas apa yang telah aku ucapkan, maka
ampunilah aku !!!”.
Kedua, ia berdo’a “Wahai tuhanku, sesungguhnya
Engkau mengetahui aku melakukan maksiat dan
tempatku bersama orang-orang fasik. Tetapi aku
senang bergaul dengan orang-orang yang sholeh,
dan tempatku bersama orang-orang sholeh lebih
aku sukai dari pada bersama orang-orang
fasik !!!”.
Ketiga ia berdo’a “Wahai tuhanku, Engkau
mengetahui bahwa aku lebih suka bersama
dengan orang-orang yang sholeh dari pada
bersama orang-orang yang fasik, sehingga jika
aku bertemu dengan dua orang, seorang yang
sholeh dan seorang pembual, maka aku akan
mendahulukan kepentingan seorang yang sholeh
daripada seorang pembual. Wahai tuhanku, jika
Engkau memaafkan dan mengampuni dosa-
dosaku, maka para kekasih dan para nabi-Mu
akan turut senang, sedangkan syetan musuhku
dan musuh-Mu akan bersedih karenanya. Tetapi
jika engkau menyiksaku, maka syetan beserta
kawan-kawannya akan turut senang, sedangkan
para nabi dan kekasih-Mu akan bersedih.
Sesungguhnya aku mengetahui bahwa
kegembiraan para kekasih-Mu lebih Engkau cintai
dari pada kegembiraan syetan dan kawan-
kawannya, maka ampunilah aku !!! Ya Allah,
sesungguhnya engkau mengetahui atas apa yang
telah aku ucapkan, maka ampunilah aku dan
kasihanilah aku”. Kemudian Aku mengasihani dan
mengampuninya karena sesungguhnya Aku
adalah dzat yang penyayang dan pengasih bagi
orang yang mengakui dosa-dosanya dihadapa-Ku.
Dan orang ini telah mengakui dosanya, maka aku
mengampuni dan mengasihaninya.
Wahai Musa, lakukan apa yang telah aku perintah
karena sesungguhnya demi menghormatinya, aku
mengampuni orang yang mau menyolati dan
mengubur jenazahnya !!!”.
shollu ala nabi
Kitab Mawa’idul Usfuriyah karangan Syekh
Muhammad bin Abi Bakar, hal. 3.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar