Kamis, 19 November 2015

Gara2 lalat masuk surga dan neraka

Surga dan neraka merupakan hak prerogatif
Allah SWT kepada hamba-Nya. Sang maha
pencipta memberikan ujian kepada manusia
di dunia untuk meraih salah satu dari dua
tempat tersebut.
Untuk meraih surga, manusia berlomba-
lomba melakukan ibadah yang dianggap
bernilai pahala besar. Namun melakukan
amal kebaikan juga tidak membuat
seseorang dijamin mendapat tempat indah
tersebut.
Sebuah riwayat menceritakan tentang
wanita yang taat ibadah dijamin masuk
neraka karena menyiksa seekor kucing, ada
juga kisah tentang wanita tuna susila yang
masuk surga karena menolong seekor
anjing.
Ternyata makhluk Allah yang lain juga bisa
membawa manusia menuju surga dan
neraka. Seperti kisah tentang dua orang
yang masuk surga dan neraka karena seekor
lalat berikut ini. Salah satu dari mereka
masuk neraka, sementara satunya lagi
menikmati indahnya. Bagaimana kisahnya?
Berikut ulasannya.
Ternyata kebaikan atau kejahatan yang kita
nilai sepele bernilai besar menurut Allah.
Sementara kebaikan yang kita anggap besar
justru kecil di hadapan Allah.
Kisah ini ditulis oleh Imam Ahmad bin Hnibal
dalam kitab yang berjudul Az Zuhud. Ia
menulis sebuah riwayat yang disampaikan
sahabat Salman Al Farisi Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda
yang artinya, “Ada seorang lelaki yang
masuk surga gara-gara seekor lalat dan ada
pula lelaki lain yang masuk neraka gara-gara
lalat.”
Para sahabat yang bingung kemudian
bertanya “Bagaimana hal itu bisa terjadi
wahai Rasulullah?”
“Ada dua orang lelaki,” jawab Rasulullah,
“yang melewati suatu kaum yang memiliki
berhala.Tidak ada seorangpun yang
diperbolehkan melewati daerah itu
melainkan dia harus berkorban (memberikan
sesaji) sesuatu untuk berhala tersebut.
Mereka pun mengatakan kepada salah satu
di antara dua lelaki itu, “Berkorbanlah!”
Ia pun menjawab, “Aku tidak punya apa-apa
untuk dikorbankan.”
Rasulullah meneruskan, mereka mengatakan,
“Berkorbanlah, walaupun hanya dengan
seekor lalat!”. Orang tadi kemudian
menangkap lalat dan mengorbankannya.
Karena pengorbanan tersebut mereka pun
memperbolehkan dia untuk lewat dan
meneruskan perjalanan. Karena sebab itulah,
ia masuk neraka.
Mereka kemudian memerintahkan satu orang
lagi untuk berkorban serupa seperti yang
sebelumya. “Berkorbanlah!, Ia menjawab,
“Tidak pantas bagiku berkorban untuk
sesuatu selain Allah ‘azza wa jalla.”
Akhirnya, mereka pun memenggal lehernya.
Karena itulah, ia masuk surga.
Demikianlah keadaan dua orang manusia
yang nasibnya berbeda karena salah satunya
berujung di neraka selama-lamanya, dan
yang lainnya berujung di surga selama-
lamanya. Padahal, keduanya sebelumnya
adalah sama-sama seorang Muslim.
Kisah serupa juga tertulis oleh Syekh
Nawawi al-Bantani dalam Nashaihul ‘Ibad.
Ia menulis kisah seseorang yang berjumpa
Imam al-Ghazali dalam sebuah mimpi. Imam
al-Ghazali adalah ulama abad pertengahan
dengan reputasi kealiman yang tak
diragukan. Ia merupakan cendekiawan
muslim yang komplet. Ia menguasai disiplin
filsafat, soal teks-teks agama yang rumit
dna sangat disiplin ibadah.
“Bagaimana Allah memperlakukanmu?”
tanya orang tersebut.
Imam al-Ghazali lantas menceritakan bahwa
saat berhadapan dengan Allah SWT ia
ditanya bekal yang harus diserahkan kepada
Allah. Ia kemudian mengatakan dengan
menyebut satu per satu seluruh prestasi
ibadah yang pernah ia jalani di kehidupan
dunia. Namun Allah SWT menolak itu
semua.
“Aku (Allah) menolak itu semua!” Ternyata
Allah menampik berbagai amalan Imam al-
Ghazali kecuali satu kebaikannya ketika
bertemu dengan seekor lalat.
Suatu saat Imam al-Ghazali tengah sibuk
menulis kitab hingga seekor lalat
mengusiknya barang sejenak. Lalat “usil” ini
haus dan tinta di depan mata menjadi
sasaran minumnya. Sang Imam yang merasa
kasihan lantas berhenti menulis untuk
memberi kesempatan si lalat melepas
dahaga dari tintanya itu.
“Masuklah bersama hamba-Ku ke sorga,”
kata Allah kepada Imam al-Ghazali dalam
kisah mimpi itu.
Kisah di atas tentu saja menjadi tamparan
bagi golongan yang biasanya
membanggakan pencapaiannya dalam
beribadah. Karena sebenarnya yang bisa
menilai ibadah seseorang adalah Allah SWT
bukan diri sendiri atau manusia lain.
Segenap prestasi ibadah dan kebenaran
agama yang disombongkan bisa jadi justru
berbuah kenistaan. Maka janganlah pernah
menyepelekan amal kebaikan walaupun
kecil.Demikian juga dengan keburukan meski
kita anggap kecil, karena bisa saja hal itu
yang menjerumuskan orang ke neraka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar