Senin, 14 Desember 2015

Lafadz usholli dalam sholat

Sebenarnya tentang melafalkan atau
mengucapkan niat, misalnya membaca “ Ushalli
fardla dzuhri arba’a raka’atin mustaqbilal kiblati
ada’an lillahi ta’ala ” (Saya berniat melakukan
shalat fardlu dzuhur empat rakaat dengan
menghadap kiblat dan tepat pada waktunya
semata-mata karena Allah SWT) pada
menjelang takbiratul ihram dalam shalat dzuhur
adalah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan
di kalangan warga NU (nahdliyin). Tetapi
sepertinya menjadi asing dan sesuatu yang
disoal oleh sebagian kalangan yang tidak
sepemahaman dengan warga nahdliyin.
Adapun hukum melafalkan niat shalat pada
saat menjelang takbiratul ihram menurut
kesepakatan para pengikut mazhab Imam
Syafi’iy (Syafi’iyah) dan pengikut mazhab Imam
Ahmad bin Hambal (Hanabilah) adalah sunnah,
karena melafalkan niat sebelum takbir dapat
membantu untuk mengingatkan hati sehingga
membuat seseorang lebih khusyu’ dalam
melaksanakan shalatnya.
Jika seseorang salah dalam melafalkan niat
sehingga tidak sesuai dengan niatnya, seperti
melafalkan niat shalat ‘Ashar tetapi niatnya
shalat Dzuhur, maka yang dianggap adalah
niatnya bukan lafal niatnya. Sebab apa yang
diucapkan oleh mulut itu (shalat ‘Ashar)
bukanlah niat, ia hanya membantu
mengingatkan hati. Salah ucap tidak
mempengaruhi niat dalam hati sepanjang
niatnya itu masih benar.
Menurut pengikut mazhab Imam Malik
(Malikiyah) dan pengikut Imam Abu Hanifah
(Hanafiyah) bahwa melafalkan niat shalat
sebelum takbiratul ihram tidak disyari’atkan
kecuali bagi orang yang terkena penyakit was-
was (peragu terhadap niatnya sendiri). Menurut
penjelasan Malikiyah, bahwa melafalkan niat
shalat sebelum takbir menyalahi keutamaan
( khilaful aula ), tetapi bagi orang yang terkena
penyakit was-was hukum melafalkan niat
sebelum shalat adalah sunnah. Sedangkan
penjelasan al Hanafiyah bahwa melafalkan niat
shalat sebelum takbir adalah bid’ah, namun
dianggap baik ( istihsan ) melafalkan niat bagi
orang yang terkena penyakit was-was.
Sebenarnya tentang melafalkan niat dalam
suatu ibadah wajib pernah dilakukan oleh
Rasulullah saw pada saat melaksanakan ibadah
haji.
ﻋَﻦْ ﺃَﻧَﺲٍ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪ ُﻋَﻨْﻪُ ﻗَﺎﻝَ ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ
ﺍﻟﻠﻪ ُﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠّّﻢَ ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﻟَﺒَّﻴْﻚَ ﻋُﻤْﺮَﺓً ﻭَﺣَﺠًّﺎً
“ Dari Anas r.a. berkata: Saya mendengar Rasullah
saw mengucapkan, “Labbaika, aku sengaja
mengerjakan umrah dan haji” ." (HR. Muslim).
Memang ketika Nabi Muhammad SAW
melafalkan niat itu dalam menjalankan ibadah
haji, bukan shalat, wudlu’ atau ibadah puasa,
tetapi tidak berarti selain haji tidak bisa
diqiyaskan atau dianalogikan sama sekali atau
ditutup sama sekali untuk melafalkan niat.
Memang tempatnya niat ada di hati, tetapi
untuk sahnya niat dalam ibadah itu disyaratkan
empat hal, yaitu Islam, berakal sehat ( tamyiz ),
mengetahui sesuatu yang diniatkan dan tidak
ada sesuatu yang merusak niat. Syarat yang
nomor tiga (mengetahui sesuatu yang
diniatkan) menjadi tolok ukur tentang
diwajibkannya niat. Menurut ulama fiqh, niat
diwajibkan dalam dua hal. Pertama, untuk
membedakan antara ibadah dengan kebiasaan
(adat), seperti membedakan orang yang
beri’tikaf di masjid dengan orang yang
beristirah di masjid. Kedua, untuk membedakan
antara suatu ibadah dengan ibadah lainnya,
seperti membedakan antara shalat Dzuhur dan
shalat ‘Ashar.
Karena melafalkan niat sebelum shalat tidak
termasuk dalam dua kategori tersebut tetapi
pernah dilakukan Nabi Muhammad dalam
ibadah hajinya, maka hukum melafalkan niat
adalah sunnah. Imam Ramli mengatakan:
ﻭَﻳُﻨْﺪَﺏُ ﺍﻟﻨُّﻄْﻖُ ﺑِﺎﻟﻤَﻨْﻮِﻱْ ﻗُﺒَﻴْﻞَ ﺍﻟﺘَّﻜْﺒِﻴْﺮِ ﻟِﻴُﺴَﺎﻋِﺪَ ﺍﻟﻠِّﺴَﺎﻥُ
ﺍﻟﻘَﻠْﺐَ ﻭَﻟِﺄَﻧَّﻪُ ﺃَﺑْﻌَﺪُ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻮِﺳْﻮَﺍﺱِ ﻭَﻟِﻠْﺨُﺮُﻭْﺝِ ﻣِﻦْ ﺧِﻼَﻑِ
ﻣَﻦْ ﺃَﻭْﺟَﺒَﻪُ
“ Disunnahkan melafalkan niat menjelang takbir
(shalat) agar mulut dapat membantu (kekhusyu’-
an) hati, agar terhindar dari gangguan hati dank
arena menghindar dari perbedaan pendapat yang
mewajibkan melafalkan niat”. ( Nihayatul Muhtaj ,
juz I,: 437)
Jadi, fungsi melafalkan niat adalah untuk
mengingatkan hati agar lebih siap dalam
melaksanakan shalat sehingga dapat
mendorong pada kekhusyu’an. Karena
melafalkan niat sebelum shalat hukumnya
sunnah, maka jika dikerjakan dapat pahala dan
jika ditinggalkan tidak berdosa. Adapun
memfitnah, bertentangan dan perpecahan antar
umat Islam karena masalah hukum sunnah
adalah menyalahi syri’at Allah SWT. Wallahu
a’lam bish-shawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar