Rabu, 30 Desember 2015

Menjaga hati sang guru

jika kita awalnya belum bisa
menjalankan sholat khusyu kemudian kita belajar
dengan guru. Dari belajar
kepada Beliau kita mendapat kan banyak hal
dalam sholat. Lalu ditengah-tengah perjalanan
selama berguru kepada beliau kita mengalami
suatu masalah yang menyebabkan kita jengkel
dengan guru , Kejengkelan ini sangat bahaya
karena termasuk mendurhakai guru. akibat dari
jengkel kepada beliau adalah apa apa yang
pernah diajarkan oleh beliau akan kita tolak juga
secara bawah sadar akibatnya kekhusyuan yang
pernah beliau sampaikan dan kita rasakan
manfaatnya lama lama akan hilang dalam diri
kita, naudzubillah mindzalik.
guru yang pernah mengajarkan kita terutama
mengajarkan jalan hidup, apapun yang dia
lakukan jangan membuat kita jengkel sebab akan
merusak apa apa yang pernah beliau ajarkan.
Jika kita menghadapi masalah dengan guru
tetaplah agar tidak jengkel dengan guru tersebut,
minimal tidak suudzan.
Siapapun guru itu harus kita hormati, jika tidak
cocok dengan pendapatnya maka sebaiknya
diam. jangan menanyakan, mendebat bahkan
menghujat. Mungkin bagi guru spiritual hujatan
murid tidak membuatnya sakit hati, namun
secara otomatis (bawah sadar) akan terjadi
kontra terhadap apa yang dia ajarkan. Sehingga
bisa saja ajaran guru tersebut putus atau
tertolak, hal inilah yang menyebabkan apapun
yang diajarkan guru kita tidak akan paham
paham. Alloh berfirman menerangkan kisah Nabi Musa
AS bersama Nabi Khidir AS :
ﻗﺎﻝ ﻟﻪ ﻣﻮﺳﻰ ﻫﻞ ﺃﺗﺒﻌﻚ ﻋﻠَﻰ ﺍﻥ ﺗﻌﻠﻤﻨﻲ ﻣﻤﺎ ﻋﻠﻤْﺖ
ﺭﺷﺪﺍ
Musa berkata kepada Khidir ,, “Bolehkah aku
mengikutimu supaya kamu mengajarkan
kepadaku ilmu yang benar diantara ilmu-ilmu
yang telah diajarkan kepadamu ?” (QS Al-Kahfi
66)
Berkata Imam al Junaid, Ketika Nabi Musa AS
ingin bersama Nabi Khidir AS, maka Nabi Musa
AS disyaratkan untuk menjaga kesopanan yang
telah disepakati dengannya. Syarat ini berkaitan
dengan permintaan izin Nabi Musa AS untuk
diperbolehkan bersahabat dengan Nabi Khidir AS,
kemudian Nabi khidir AS memberikan syarat
kepada Nabu Musa AS utuk tidak menentang
atau memprotes keputusannya. Kemudian ketika
Nabi Musa AS tidak menepati peraturan yang
pertama dan kedua, maka kekeliruan Nabi Musa
AS ini dimaafkan. Akan tetapi ketika pelanggaran
itu sampai ketiga kalinya, tiga merupakan batas
terakhir, maka Nabi Khidir AS memutuskan untuk
berpisah dengannya seraya mengatakan,
ﻫﺬﺍ ﻓﺮﺍﻕ ﺑﻴﻨﻲ ﻭﺑﻴﻨﻚ
“Inilah perjalanan antara aku dan kamu”. (QS Al-
Kahfi 78).
RasuluLlah SAWW bersabda, “Tidaklah anak
muda memuliakan seorang guru karena umurnya,
melainkan Alloh akan mentakdirkannya di masa
tuanya dengan dijadikan orang lain yang akan
berganti menghormati (memuliakannya).”
Syaikh Abu Ali Ad-Daqaq RahimahuLlah berkata,
“awal setiap perpisahan adalah karena adanya
pelanggaran, yakni orang yang melanggar
gurunya sehingga ia tidak lagi tetap pada
thariqah (jalan) gurunya dan hubungan antara
keduanya menjadi terputus, walaupun keduanya
berada dalam satu tanah. Barang siapa yang
bersahabat dengan seorang syaikh atau guru
kemudian menentangnya dengan hatinya, maka
ia telah merusak perjanjian hubungan murid
dengannya, dan ia wajib bertobat”.
Berkata seorang Syaikh, “Menentang guru tidak
ada taubatnya (secara sempurna)”.
Syaikh Abu AbdruRrahman As-Sulami berkata,
“Saya pernah keluar menuju Marwa di saat guru
saya Al-Ustadz Abu Sahal Ash-Sha’luki masih
hidup. Sebelum saya keluar beberapa hari yang
lalu, dia mengadakan majlis pembacaan Al-Qur’an
dan khataman. Ketika pulang, saya melihat dia
sedang menggantikan majlis ini dan mengadakan
pembicaraan dengan Abul Ghaffani pada saat
itu. Saat itu hati saya merasa tidak setuju dan
bergumam dalam diri saya sendiri, “Dia telah
menggantikan majlis khataman dengan majlis
pembicaraan”. Di hari yang lain, guru saya
berkata kepada saya, “Wahai Abu AbduRrahman,
apa yang dikatakan orang-orang tentang saya ?”
Jawabku, “Mereka mengatakan bahwa tuan guru
telah menggantikan majlis khataman Al-Qur’an
dengan majlis pembicaraan”. Lalu Ustadz Abu
Sahal Ash-Sha’luki menjawab dengan
menjelaskan, “Barang siapa yang berkata kepada
gurunya dengan mengatkan mengapa atau untuk
apa, maka ia tidak akan beruntung selamanya”.
Telah diketahui bersama bahwa Al-Junaid
berkata, “Saya pernah datang kepada Sarry As-
Saqthi di suatu hari. Dia menyuruh saya untuk
mengerjakan sesuatu, dan saya
melaksanakannya dengan cepat. Ketika saya
kembali kepadanya, ia memberi saya selembar
kertas dengan berkata,” Inilah tempat
pelaksananamu tentang keperluan saya yang
kamu laksanakan dengan cepat”. Kemudian saya
membaca tulisan kertas tersebut yang ternyata
tertulis : “Saya mendengar seorang penggiring
onta mendendangkan lagu di lembah :
Saya menangis
Tahukah kamu apa yang menyebabkan aku
mnangis ?
Saya menangis karena takut kamu akan
meninggalkanku
Dan takut kamu akan memutuskan tali
hubunganku
Serta kamu biarkan aku hidup sendiri.
Diriwayatkan dari Abul Hasan Al-Hamdani Al-
Alawi yang berkata, “Di suatu malam saya
berada di tempat Abu Ja’far Al-Khuldi, saya
diperintahkan untuk menggantungkan burung di
sangkar di rumah saya, maka saya mengikuti
petunjuknya. Kemudian Ja’far berkata kepadaku,,
‘Bangunkanlah di waktu malam’. Maka sayapun
mengajukan suatu alasan (pertanyaan
kepadanya) kemudian pulang ke rumah dan
mengeluarkan burung dari sangkarnya. Burung itu
berhenti di hadapan saya. Tiba-tiba muncul
seekor anjing yang masuk lewat pintu ,
membawa burung tersebut ketika orang-orang
yang hadir lengah. Ketika pagi hari tiba, saya
datang kepada Ja’far. ketika dia melihatku, dia
berkata, “Barang siapa tidak menjaga perasaan
para guru maka Alloh akan menyuruh anjing
untuk menyakiti (mengganggunya).”
AbduLlah ar-Razy telah mendengar Abu Utsman
Said Al-Hirri menerangkan sifat Muhammad bin
Al-Fadhal Al-Balkhi dan memujinya. AbduLlah
ingin sekali mengunjunginya. Ketika
mengunjunginya, hati AbduLlah tidak terkesan
dengan Muhammad bin Al-Fadhal sebagimana
yang diduga sebelumnya karena itu, AbduLlah
kembali kepada Abu Utsman.
“Bagaimana kamu dapati dia ?”Tanya Abu
Utsman.
“Saya menemuinya tidak seperti yang saya kira”.
Jawab AbduLlah
“Karena kamu menganggap kecil
(meremehkannya) . ketahuilah tidak seorangpun
yang meremehkan orang lain melainkan ia akan
dihalangi faedah darinya, karena itu kembalilah
kepadanya dengan penuh penghormatan”.
AbduLlah akhirny kembali kepada Muhammad bin
Al-Fadhal Al-Balkhi, dan dalam kunjungnnya itu
dia membawa banyak manfaat.
Ustadz Abu Ali Ad-Daqaq berkata, “Ketika
penduduk Balkh mengusir Muhammad bin Al-
Fadhal dari daerahnya, dia mendoakan mereka,
“Ya Alloh hilangkanlah kejujuran dari mereka.”
Maka di daerah Balkh sesudah itu tiada
seorangpun yang bisa dipercaya’”.
Ahmad bin Yahya Al-Abiwardi rahimahuLlah
berkata.”Barangsiapa yang diridhai gurunya maka
sepanjang hidupnya tidak dibalas (kejelekan) oleh
Alloh agar rasa ta’zimnya kepada gurunya tidak
hilnag. Ketika guru itu telah meninggal, maka
Alloh menampakkan balasan keridhaan gurunya.
Barang siapa yang gurunya tidak meridhainya
maka maka selama hidup guru itu tidak diberi
balasan oleh Alloh agar guru tersebut tidak
menaruh belas kasihan kepdanya. Sesungguhnya
para guru diciptakan sebagai orang-orang yang
mulia. Ketika guru itu telah meninggal, maka
murid tersebut akan memperoleh balasannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar