Memperingati hari kelahiran
(maulid) Nabi sudah ada sejak masa Nabi
shallahhu ‘alaihi wa sallam sendiri. Yakni dari
segi mengagungkan hari di mana Nabi
dilahirkan dengan melakukan suatu ibadah
yaitu berpuasa.
Ketika Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam
ditanya tentang puasa hari senin, beliau
menjawab :
ﺫﺍﻙ ﻳﻮﻡ ﻭﻟﺪﺕ ﻓﻴﻪ ﻭﻳﻮﻡ ﺑﻌﺜﺖ ﺍﻭﺍﻧﺰﻝ ﻋﻠﻲ ﻓﻴﻪ
“ Hari itu hari aku dilahirkan , hari aku diutus
atau diturunkan wahyu kepadaku “ (HR.
Muslim)
Ini merupakan dalil nyata bolehnya
memperingati hari kelahiran (maulid) beliau
yang saat itu dirayakan oleh Nabi dengan
salah satu macam ibadah yaitu berpuasa.
Dan ini merupakan fakta bahwa beliaulah
pertama kali yang mengangungkan hari
kelahirannya sendiri dengan berpuasa. Maka
mengagungkan hari di mana beliau dilahirkan
merupakan sebuah sunnah yang telah Nabi
contohkan sendiri. Ini asal dan esensi dari
acara maulid Nabi.
Kedua : Merayakan, mengagungkan dan
memperingati hari kelahiran (maulid) Nabi
dengan berbagai cara dan program sudah
sejak lama diikuti oleh para ulama dan raja-
raja yang shalih. Kita kupas sejarahnya di sini
:
1. Ibnu Jubair seorang Rohalah [2] (lahir pada
tahun 540 H) mengatakan dalam kitabnya
yang berjudul Rihal :
ﻳﻔﺘﺢ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻤﻜﺎﻥ ﺍﻟﻤﺒﺎﺭﻙ ﺃﻱ ﻣﻨﺰﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ
ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻳﺪﺧﻠﻪ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﻟﻠﺘﺒﺮّﻙ ﺑﻪ ﻓﻲ ﻛﻞ
ﻳﻮﻡ ﺍﺛﻨﻴﻦ ﻣﻦ ﺷﻬﺮ ﺭﺑﻴﻊ ﺍﻷﻭﻝ ﻓﻔﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﻭﺫﺍﻙ
ﺍﻟﺸﻬﺮ ﻭﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
“ Tempat yang penuh berkah ini dibuka yakni
rumah Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, dan
semua laki-laki memasukinya untuk mengambil
berkah dengannya di setiap hari senin dari
bulan Rabi’ul Awwal. Di hari dan bulan inilah
Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan “ [3]
Dari sini sudah jelas bahwa saat itu perayaan
maulid Nabi merupakan sudah menjadi tradisi
kaum muslimin di Makkah sebelum
kedatangan Ibnu Jubair di Makkah dan
Madinah dengan acara yang berbeda yaitu
membuka rumah Nabi untuk umum agar
mendapat berkah dengannya. Ibnu Jubair
masuk ke kota Makkah tanggal 16 Syawwal
tahun 579 Hijriyyah. Menetap di sana selama
delapan bulan dan meninggalkan kota
Makkah hari Kamis tanggal 22 bulan Dzul
Hijjah tahun 579 H, dengan menuju ke kota
Madinah al-Munawwarah dan menetap
selama 5 hari saja.
2. Syaikh Umar al-Mulla seorang syaikh yang
shalih yang wafat pada tahun 570 H , dan
shulthan Nuruddin Zanki seorang pentakluk
pasukan salib. Kita simak penuturan syaikh
Abu Syamah (guru imam Nawawi) tentang
dua tokoh besar di atas :
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻌﻤﺎﺩ : ﻭﻛﺎﻥ ﺑﺎﻟﻤﻮﺻﻞ ﺭﺟﻞ ﺻﺎﻟﺢ ﻳﻌﺮﻑ ﺑﻌﻤﺮ
ﺍﻟﻤﻼَّ، ﺳﻤﻰ ﺑﺬﻟﻚ ﻷﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﻳﻤﻸ ﺗﻨﺎﻧﻴﺮ ﺍﻟﺠﺺ ﺑﺄﺟﺮﺓ
ﻳﺘﻘﻮَّﺕ ﺑﻬﺎ، ﻭﻛﻞ ﻣﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ ﻗﻤﻴﺺ ﻭﺭﺩﺍﺀ، ﻭﻛﺴﻮﺓ
ﻭﻛﺴﺎﺀ، ﻗﺪ ﻣﻠﻜﻪ ﺳﻮﺍﻩ ﻭﺍﺳﺘﻌﺎﺭﻩ، ﻓﻼ ﻳﻤﻠﻚ ﺛﻮﺑﻪ
ﻭﻻ ﺇﺯﺍﺭﻩ . ﻭﻛﻦ ﻟﻪ ﺷﺊ ﻓﻮﻫﺒﻪ ﻷﺣﺪ ﻣﺮﻳﺪﻳﻪ، ﻭﻫﻮ
ﻳﺘﺠﺮ ﻟﻨﻔﺴﻪ ﻓﻴﻪ، ﻓﺈﺫﺍ ﺟﺎﺀﻩ ﺿﻴﻒ ﻗﺮﺍﻩ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻤﺮﻳﺪ .
ﻭﻛﺎﻥ ﺫﺍ ﻣﻌﺮﻓﺔ ﺑﺄﺣﻜﺎﻡ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ
ﺍﻟﻨﺒﻮﻳﺔ .ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻭﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ، ﻭﺍﻟﻤﻠﻮﻙ ﻭﺍﻷﻣﺮﺍﺀ،
ﻳﺰﻭﺭﻭﻧﻪ ﻓﻲ ﺯﺍﻭﻳﺘﻪ، ﻭﻳﺘﺒﺮﻛﻮﻥ ﺑﻬﻤﺘﻪ، ﻭﻳﺘﻴﻤﻨَّﻮﻥ
ﺑﺒﺮﻛﺘﻪ . ﻭﻟﻪ ﻛﻞ ﺳﻨﺔ ﺩﻋﻮﺓ ﻳﺤﺘﻔﻞ ﺑﻬﺎ ﻓﻲ ﺃﻳﺎﻡ
ﻣﻮﻟﺪ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﺤﻀﺮﻩ ﻓﻴﻬﺎ
ﺻﺎﺣﺐ ﺍﻟﻤﻮﺻﻞ، ﻭﻳﺤﻀﺮ ﺍﻟﺸﻌﺮﺍﺀ ﻭﻳﻨﺸﺪﻭﻥ ﻣﺪﺡ
ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺤﻔﻞ . ﻭﻛﺎﻥ
ﻧﻮﺭ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻣﻦ ﺃﺧﺺ ﻣﺤﺒﻴﻪ ﻳﺴﺘﺸﻴﺮﻭﻧﻪ ﻓﻲ
ﺣﻀﻮﺭﻩ، ﻭﻳﻜﺎﺗﺒﻪ ﻓﻲ ﻣﺼﺎﻟﺢ ﺃﻣﻮﺭﻩ
“ al-‘Ammad mengatakan , “ Di Mosol ada
seorang yang shalih yang dikenal dengan
sebutan Umar al-Mulla, disebut dengan al-Mulla
sebab konon beliau suka memenuhi (mala-a)
ongkos para pembuat dapur api sebagai biaya
makan sehari-harinya, dan semua apa yang ia
miliki berupa gamis, selendang, pakaian,
selimut, sudah dimiliki dan dipinjam oleh orang
lain, maka beliau sama sekali tidak pakaian dan
sarungnya. Jika beliau memiliki sesuatu, maka
beliau memberikannya kepada salah satu
muridnya, dan beliau menyewa sesuatu itu
untuknya, maka jika ada tamu yang datang,
murid itulah yang menjamunya. Beliau seorang
yang memiliki pengetahuan tentang hokum-
hukum al-Quran dan hadits-hadits Nabi. Para
ulama, ahli fiqih, raja dan penguasa sering
menziarahi beliau di padepokannya, mengambil
berkah dengan sifat kesemangatannya,
mengharap keberkahan dengannya. Dan beliau
setiap tahunnya mengadakan peringatan hari
kelahiran (maulid) Nabi shallahu ‘alaihi wa
sallam yang dihadiri juga oleh raja Mosol. Para
penyair pun juga datang menyenandungkan
pujian-pujian kepada Nabi shallahu ‘alaihi wa
sallam di perayaan tersebut. Shulthan Nuruddin
adalah salah seorang pecintanya yang merasa
senang dan bahagia dengan menghadiri
perayaan maulid tersebut dan selalu
berkorespondesi dalam kemaslahatan setiap
urusannya “. [4]
Ini juga disebutkan oleh al-Hafidz Ibnu Katsir
dalam Tarikh pada bab Hawadits 566 H. al-
Hafidz adz-Dzahabi mengatakan tentang
syaikh Umar ash-Shalih ini : “
ﻭﻗﺪ ﻛﺘﺐ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍﻟﺰﺍﻫﺪ ﻋﻤﺮ ﺍﻟﻤﻼّ ﺍﻟﻤﻮﺻﻠﻲ ﻛﺘﺎﺑﺎً
ﺇﻟﻰ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﺼﺎﺑﻮﻧﻲ ﻫﺬﺍ ﻳﻄﻠﺐ ﻣﻨﻪ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ
“ Dan sungguh telah menulis syaikh yang
zuhud yaitu Umar al-Mulla al-Mushili sebuah
tulisan kepada Ibnu ash-Shabuni, “ Ini orang
meminta ddoa darinya “. [5]
Adz-Dzahabi dalam kitab lainnya juga
mengatakan :
ﻭﻛﺎﻥ ﺫﻟﻚ ﺗﺤﺖ ﺇﻣﺮﺓ ﺍﻟﻤﻠﻚ ﺍﻟﻌﺎﺩﻝ ﺍﻟﺴُّﻨِّﻲِّ ﻧﻮﺭ
ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻣﺤﻤﻮﺩ ﺯﻧْﻜِﻲ ﺍﻟﺬﻱ ﺃﺟﻤﻊ ﺍﻟﻤﺆﺭﺧﻮﻥ ﻋﻠﻰ
ﺩﻳﺎﻧﺘﻪ ﻭﺣﺴﻦ ﺳﻴﺮﺗﻪ ، ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﺃﺑﺎﺩ ﺍﻟﻔﺎﻃﻤﻴﻴﻦ
ﺑﻤﺼﺮ ﻭﺍﺳﺘﺄﺻﻠﻬﻢ ﻭﻗﻬﺮ ﺍﻟﺪﻭﻟﺔ ﺍﻟﺮﺍﻓﻀﻴﺔ ﺑﻬﺎ ﻭﺃﻇﻬﺮ
ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺑﻨﻲ ﺍﻟﻤﺪﺍﺭﺱ ﺑﺤﻠﺐ ﻭﺣﻤﺺ ﻭﺩﻣﺸﻖ
ﻭﺑﻌﻠﺒﻚ ﻭﺑﻨﻰ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻭﺍﻟﺠﻮﺍﻣﻊ ﻭﺩﺍﺭ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ
“ Beliau (syaikh Umar) di bawah kekuasaan raja
yang adil yang sunni yaitu Nuruddin Mahmud
Zanki, yang para sejarawan telah
ijma’ (konsesus/sepakat) atas kebaikan agama
dan kehidupannya. Beliaulah yang telah
memusnahkan dinasti Fathimiyyun di Mesir
sampai ke akar-akarnya, menghancurkan
kekuasaan Rafidhah. Menampakkan
(menzahirkan) sunnah, membangun madrasah-
madrasah di Halb, Hamsh, Damasqus dan
Ba’labak, juga membangun masjid-masjid Jami’
dan pesantren hadits “ [6]
Al-Hafidz Ibnu Katsir menceritakan sosok raja
Nuruddin Zanki sebagai berikut :
ﺃﻧّﻪ ﻛﺎﻥ ﻳﻘﻮﻡ ﻓﻲ ﺃﺣﻜﺎﻣﻪ ﺑﺎﻟﻤَﻌﺪﻟَﺔِ ﺍﻟﺤﺴﻨﺔ ﻭﺇﺗّﺒﺎﻉ
ﺍﻟﺸﺮﻉ ﺍﻟﻤﻄﻬّﺮ ﻭﺃﻧّﻪ ﺃﻇﻬﺮ ﺑﺒﻼﺩﻩ ﺍﻟﺴﻨّﺔ ﻭﺃﻣﺎﺕ
ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﻭﺃﻧّﻪ ﻛﺎﻥ ﻛﺜﻴﺮ ﺍﻟﻤﻄﺎﻟﻌﺔ ﻟﻠﻜﺘﺐ ﺍﻟﺪﻳﻨﻴﺔ ﻣﺘّﺒﻌًﺎ
ﻟﻶﺛﺎﺭ ﺍﻟﻨﺒﻮﻳﺔ ﺻﺤﻴﺢ ﺍﻻﻋﺘﻘﺎﺩ ﻗﻤﻊ ﺍﻟﻤﻨﺎﻛﻴﺮ ﻭﺃﻫﻠﻬﺎ
ﻭﺭﻓﻊ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﺍﻟﺸﺮﻉ
“ Beliau adalah seorang raja yang menegakkan
hokum-hukumnya dengan keadilan yang baik
dan mengikuti syare’at yang suci. Beliau
menampakkan sunnah dan mematikan bid’ah di
negerinya. Beliau seorang yang banyak belajar
kitab-kitab agama, pengikut sunnah-sunnah
Nabi, akidahnya sahih, pemusnah
kemungkaran dan pelakuknya, pengangkat ilmu
dan syare’at “. [7]
Ibnu Atsir juga mengatakan :
ﻃﺎﻟﻌﺖ ﺳِﻴَﺮَ ﺍﻟﻤﻠﻮﻙ ﺍﻟﻤﺘﻘﺪﻣﻴﻦ ﻓﻠﻢ ﺃﺭ ﻓﻴﻬﺎ ﺑﻌﺪ
ﺍﻟﺨﻠﻔﺎﺀ ﺍﻟﺮﺍﺷﺪﻳﻦ ﻭﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻌﺰﻳﺰ ﺃﺣﺴﻦ ﻣﻦ
ﺳﻴﺮﺗﻪ , ﻗﺎﻝ : ﻭﻛﺎﻥ ﻳﻌﻈﻢ ﺍﻟﺸﺮﻳﻌﺔ ﻭﻳﻘﻒ ﻋﻨﺪ
ﺃﺣﻜﺎﻣﻬﺎ
“ Aku telah mengkaji sejarah-sejarah kehidupan
para raja terdahulu, maka aku tidak melihat
setelah khalifah rasyidin dan Umar bin Abdul
Aziz yang lebih baik dari sejarah kehidupannya
(Nurruddin Zanki). Beliau pengangung syare’at
dan tegak di dalam hokum-hukumnya “ . [8]
Pertanyaan buat para pengingkar Maulid
Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam :
Jika seandainya Maulid Nabi itu bid’ah
dholalah yang sesat dan pelakunya disebut
mubtadi’ (pelaku bid’ah) dan terancam masuk
neraka, apakah anda akan mengatakan
bahwa syaikh Umar al-Mulla dan raja yang
adil Nuruddin Zanki adalah orang-orang
pelaku bid’ah dan terancam masuk neraka ??
padahal para ulama sejarawan sepakat (ijma’)
bahwa syaikh Umar adalah orang shalih dan
zuhud, raja Nuruddin adalah raja yang adil,
berakidah sahih, pecinta sunnah bahkan
menampakkanya dan juga pemusnah bid’ah di
negerinnya, sebagaimana telah saya buktikan
faktanya di atas…
Bagaimana mungkin para ulama sejarawan di
atas, mengatakan penzahir (penampak)
sunnah Nabi dan pemusnah bid’ah jika
ternyata pengamal Maulid Nabi yang kalian
anggap bid’ah sesat ?? ini bukti bahwa Maulid
Nabi bukanlah bid’ah. Renungkanlah hal ini
wahai para pengingkar Maulid Nabi…
3. Kemudian berlanjut perayaan tersebut yang
dilakukan oleh seorang raja shaleh yaitu raja
al-Mudzaffar penguasa Irbil, seorang raja
orang yang pertama kali merayakan
peringatan maulid Nabi dengan program yang
teratur dan tertib dan meriah. Beliau seorang
yang berakidahkan Ahlus sunnah wal jama’ah.
Al-Hafidz Ibnu Katsir mengatakan :
ﺍﺑﻦ ﺯﻳﻦ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ ﺗﺒﻜﺘﻜﻴﻦ ﺃﺣﺪ ﺍﻻﺟﻮﺍﺩ
ﻭﺍﻟﺴﺎﺩﺍﺕ ﺍﻟﻜﺒﺮﺍﺀ ﻭﺍﻟﻤﻠﻮﻙ ﺍﻻﻣﺠﺎﺩ ﻟﻪ ﺁﺛﺎﺭ ﺣﺴﻨﺔ .…
ﻭﻛﺎﻥ ﻳﻌﻤﻞ ﺍﻟﻤﻮﻟﺪ ﺍﻟﺸﺮﻳﻒ ﻓﻲ ﺭﺑﻴﻊ ﺍﻻﻭﻝ ﻭﻳﺤﺘﻔﻞ
ﺑﻪ ﺍﺣﺘﻔﺎﻻ ﻫﺎﺋﻼ ﻭﻛﺎﻥ ﻣﻊ ﺫﻟﻚ ﺷﻬﻤﺎ ﺷﺠﺎﻋﺎ ﻓﺎﺗﻜﺎ
ﺑﻄﻼ ﻋﺎﻗﻼ ﻋﺎﻟﻤﺎ ﻋﺎﺩﻻ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺃﻛﺮﻡ ﻣﺜﻮﺍﻩ ﻭﻗﺪ
ﺻﻨﻒ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺃﺑﻮ ﺍﻟﺨﻄﺎﺏ ﺍﺑﻦ ﺩﺣﻴﺔ ﻟﻪ ﻣﺠﻠﺪﺍ ﻓﻲ
ﺍﻟﻤﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻮﻱ ﺳﻤﺎﻩ ﺍﻟﺘﻨﻮﻳﺮ ﻓﻲ ﻣﻮﻟﺪ ﺍﻟﺒﺸﻴﺮ ﺍﻟﻨﺬﻳﺮ
ﻓﺄﺟﺎﺯﻩ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﺑﺄﻟﻒ ﺩﻳﻨﺎﺭ ﻭﻗﺪ ﻃﺎﻟﺖ ﻣﺪﺗﻪ ﻓﻲ
ﺍﻟﻤﻠﻚ ﻓﻲ ﺯﻣﺎﻥ ﺍﻟﺪﻭﻟﺔ ﺍﻟﺼﻼﺣﻴﺔ ﻭﻗﺪ ﻛﺎﻥ ﻣﺤﺎﺻﺮ
ﻋﻜﺎ ﻭﺇﻟﻰ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻣﺤﻤﻮﺩ ﺍﻟﺴﻴﺮﺓ ﻭﺍﻟﺴﺮﻳﺮﺓ ﻗﺎﻝ
ﺍﻟﺴﺒﻂ ﺣﻜﻰ ﺑﻌﺾ ﻣﻦ ﺣﻀﺮ ﺳﻤﺎﻁ ﺍﻟﻤﻈﻔﺮ ﻓﻲ
ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻤﻮﺍﻟﺪ ﻛﺎﻥ ﻳﻤﺪ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﺴﻤﺎﻁ ﺧﻤﺴﺔ ﺁﻻﻑ
ﺭﺍﺱ ﻣﺸﻮﻯ ﻭﻋﺸﺮﺓ ﺁﻻﻑ ﺩﺟﺎﺟﺔ ﻭﻣﺎﺋﺔ ﺃﻟﻒ ﺯﺑﺪﻳﺔ
ﻭﺛﻼﺛﻴﻦ ﺃﻟﻒ ﺻﺤﻦ ﺣﻠﻮﻯ
“ Beliau adalah putra Zainuddin Ali bin
Tabkitkabin salah seorang tokoh besar dan
pemimpin yang agung. Beliau memiliki sejarah
hidup yang baik. Beliau yang memakmurkan
masjid al-Mudzhaffari…. dan beliau konon
mengadakan acara Maulid Nabi yang mulia di
bulan Rabiul Awwal, dan merayakannya dengan
perayaan yang meriah , dan beliau adalah
seorang raja yang cerdas, pemberani, perkasa,
berakal, alim dan adil –semoga Allah
merahmatinya dan memuliakan tempat
kembalinya- syaikh Abul Khaththab Ibnu Dihyah
telah mengarang kitab berjilid-jilid tentang
Maulid Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam yang
dinamakannya “ At-Tanwir fi Maulid al-Basyir
an-Nadzir “, lalu diberikan balasan atas usaha
itu oleh raja sebesar seribu dinar. Masa
kerajaannya begitu panjang di zaman Daulah
shalahiyyah. Beliau pernah mengepung negeri
‘Ukaa. Di tahun ini beliau baik kehidupannya
lahir dan bathin. As-Sibth mengatakan, “
Seorang yang menghadiri kegiatan raja al-
Mudzaffar pada beberapa acara maulidnya
mengatakan, “ Beliau pada perayaan maulidnya
itu menyediakan 5000 kepala kambing yang
dipanggang, 10.000 ayam panggang, 100.000
mangkok besar (yang berisi buah-buahan), dam
30.000 piring berisi manisan “. [9]
Adz-Dzahabi juga mengatakan tentang sifat-
sifat beliau :
ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻣُﺘَﻮَﺍﺿِﻌﺎً، ﺧَﻴِّﺮﺍً، ﺳُﻨِّﻴّﺎً، ﻳُﺤﺐّ ﺍﻟﻔُﻘَﻬَﺎﺀ
ﻭَﺍﻟﻤُﺤَﺪِّﺛِﻴْﻦَ، ﻭَﺭُﺑَّﻤَﺎ ﺃَﻋْﻄَﻰ ﺍﻟﺸُّﻌَﺮَﺍﺀ، ﻭَﻣَﺎ ﻧُﻘِﻞَ ﺃَﻧَّﻪُ
ﺍﻧْﻬَﺰَﻡ ﻓِﻲ ﺣﺮﺏ
“ Beliau adalah orang yang rendah hati, sangat
baik, seorang yang berakidahkan Ahlus sunnah,
pecinta para ahli fiqih dan hadits, terkadang
suka memberi hadiah kepada para penyair, dan
tidak dinukilkan bahwa beliau kalah dalam
pertempuran “ [10]
Pertanyaan buat para pengingkar Maulid
Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam :
Adakah para ulama sejarawan di atas
menyebutkan raja Mudzaffar adalah seorang
pelaku bid’ah dholalah karena melakukan
perayaan Maulid Nabi ?? justru mereka
menyebutkan bahwa beliau adalah seorang
raja adil, rendah hati, pemberani dan
berakidahkan Ahlus sunnah. Renungkanlah
hal ini wahai wahabi…
Ketiga : Seandainya Fathimiiyun juga
membuat perayaan Maulid Nabi sebagaimana
para pendahulu kami, maka hal ini bukanlah
suatu keburukan karena kami hanya menolak
kebathilan para pelaku bid’ah dholalah, bukan
menolak kebenaran mereka yang sesuai
dengan Ahlus sunnah.
Keempat : Wahabi telah melakukan
kecurangan ilmiyyah dengan mengunting teks
(nash) dari al-Maqrizi. Mereka tidak
menampilkan redaksi atau teks berikutnya
yang dinyatakan oleh al-Maqrizi dalam
kitabnya tersebut. Lebih lanjutnya beliau
menceritkan bahwasanya para khalifah
muslimin, mengadakan perayaan maulid yang
dihadiri oleh para qadhi dari kalangan empat
madzhab dan para ulama yang masyhur,
berikut redaksinya yang disembunyikan dan
tidak berani ditampilkan wahabi :
ﻓﻠﻤﺎ ﻛﺎﻧﺖ ﺃﻳﺎﻡ ﺍﻟﻈﺎﻫﺮ ﺑﺮﻗﻮﻕ ﻋﻤﻞ ﺍﻟﻤﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻮﻱّ
ﺑﻬﺬﺍ ﺍﻟﺤﻮﺽ ﻓﻲ ﺃﻭّﻝ ﻟﻴﻠﺔ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺷﻬﺮ ﺭﺑﻴﻊ
ﺍﻷﻭﻝ ﻓﻲ ﻛﻞّ ﻋﺎﻡ ﻓﺈﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻭﻗﺖ ﺫﻟﻚ ﺿﺮﺑﺖ ﺧﻴﻤﺔ
ﻋﻈﻴﻤﺔ ﺑﻬﺬﺍ ﺍﻟﺤﻮﺽ ﻭﺟﻠﺲ ﺍﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻭﻋﻦ ﻳﻤﻴﻨﻪ
ﺷﻴﺦ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﺳﺮﺍﺝ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﺭﺳﻼﻥ ﺑﻦ ﻧﺼﺮ
ﺍﻟﺒﻠﻘﻴﻨﻲ ﻭﻳﻠﻴﻪ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍﻟﻤﻌﺘﻘﺪ ﺇﺑﺮﺍﻫﻴﻢ ﺑﺮﻫﺎﻥ ﺍﻟﺪﻳﻦ
ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺑﻬﺎﺩﺭ ﺑﻦ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺭﻓﺎﻋﺔ ﺍﻟﻤﻐﺮﺑﻲّ
ﻭﻳﻠﻴﻪ ﻭﻟﺪ ﺷﻴﺦ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻭﻣﻦ ﺩﻭﻧﻪ ﻭﻋﻦ ﻳﺴﺎﺭ
ﺍﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺃﺑﻮ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺳﻼﻣﺔ
ﺍﻟﺘﻮﺯﺭﻱّ ﺍﻟﻤﻐﺮﺑﻲّ ﻭﻳﻠﻴﻪ ﻗﻀﺎﺓ ﺍﻟﻘﻀﺎﺓ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ
ﻭﺷﻴﻮﺥ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﻳﺠﻠﺲ ﺍﻷﻣﺮﺍﺀ ﻋﻠﻰ ﺑﻌﺪ ﻣﻦ
ﺍﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻓﺈﺫﺍ ﻓﺮﻍ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀ ﻣﻦ ﻗﺮﺍﺀﺓ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮﻳﻢ
ﻗﺎﻡ ﺍﻟﻤﻨﺸﺪﻭﻥ ﻭﺍﺣﺪًﺍ ﺑﻌﺪ ﻭﺍﺣﺪ ﻭﻫﻢ ﻳﺰﻳﺪﻭﻥ ﻋﻠﻰ
ﻋﺸﺮﻳﻦ ﻣﻨﺸﺪًﺍ ﻓﻴﺪﻓﻊ ﻟﻜﻞ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻨﻬﻢ ﺻﺮّﺓ ﻓﻴﻬﺎ
ﺃﺭﺑﻌﻤﺎﺋﺔ ﺩﺭﻫﻢ ﻓﻀﺔ ﻭﻣﻦ ﻛﻞّ ﺃﻣﻴﺮ ﻣﻦ ﺃﻣﺮﺍﺀ ﺍﻟﺪﻭﻟﺔ
ﺷﻘﺔ ﺣﺮﻳﺮ ﻓﺈﺫﺍ ﺍﻧﻘﻀﺖ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻤﻐﺮﺏ ﻣﺪّﺕ ﺃﺳﻤﻄﺔ
ﺍﻷﻃﻌﻤﺔ ﺍﻟﻔﺎﺋﻘﺔ ﻓﺄﻛﻠﺖ ﻭﺣﻤﻞ ﻣﺎ ﻓﻴﻬﺎ ﺛﻢ ﻣﺪّﺕ
ﺃﺳﻤﻄﺔ ﺍﻟﺤﻠﻮﻯ ﺍﻟﺴﻜﺮﻳﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻮﺍﺭﺍﺷﺎﺕ ﻭﺍﻟﻌﻘﺎﺋﺪ
ﻭﻧﺤﻮﻫﺎ ﻓﺘُﺆﻛﻞ ﻭﺗﺨﻄﻔﻬﺎ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﺛﻢ ﻳﻜﻮﻥ ﺗﻜﻤﻴﻞ
ﺇﻧﺸﺎﺩ ﺍﻟﻤﻨﺸﺪﻳﻦ ﻭﻭﻋﻈﻬﻢ ﺇﻟﻰ ﻧﺤﻮ ﺛﻠﺚ ﺍﻟﻠﻴﻞ ﻓﺈﺫﺍ
ﻓﺮﻍ ﺍﻟﻤﻨﺸﺪﻭﻥ ﻗﺎﻡ ﺍﻟﻘﻀﺎﺓ ﻭﺍﻧﺼﺮﻓﻮﺍ ﻭﺃﻗﻴﻢ ﺍﻟﺴﻤﺎﻉ
ﺑﻘﻴﺔ ﺍﻟﻠﻴﻞ ﻭﺍﺳﺘﻤﺮّ ﺫﻟﻚ ﻣﺪّﺓ ﺃﻳﺎﻣﻪ ﺛﻢ ﺃﻳﺎﻡ ﺍﺑﻨﻪ
ﺍﻟﻤﻠﻚ ﺍﻟﻨﺎﺻﺮ ﻓﺮﺝ
“ Maka ketika sudah pada hari-hari yang
tampak dengan ruquq, diadakanlah perayaan
Maulid Nabi di telaga ini pada setiap malam
Jum’at bulan Rabiul Awwal di setiap tahunnya.
Kemduian Shulthan duduk, dan di sebelah
kanannya duduklah syaikh Islam Sirajuddin
Umar bin Ruslan bin Nashr al-Balqini, di dekat
beliau ada syaikh al-Mu’taqad Ibrahim
Burhanuddin bin Muhammad bin Bahadir bin
Ahmad bin Rifa’ah al-Maghrabi, di sampingnya
lagi ada putra syaikh Islam dan orang-orang
selainnya, dan di sebelah kirinya ada syaikh
Abu Abdillah bin Muhammad bin Sallamah at-
Tuzari al-Maghrabi, di sampingnya lagi ada
para qadhi dari kalangan empat madzhab, dan
para syaikh ilmu, juga para penguasa yang
duduk sedikit jauh dari shulthan. Jika telah
selesai membaca al-Quran, maka beridrilah
para nasyid satu persatu membawakan sebuah
nasyidah, mereka lebih dari 20 orang nasyid,
masing-masing diberikan sekantong uang yang
di dalamnya berisi 4000 ribu dirham perak. Dan
bagi setiap amir daulah diberikan kaen sutra.
Dan jika telah selesai sholat maghrib, maka
dihidangkanlah hidangan makanan yang mewah
yang dimakan oleh semuanya dan dibawa
pulang. Kemduian dibeberkan juga hidangan
manisan yang juga dimakan semuanya dan
para ulama ahli fiqih. Kemduian disempurnakan
dengan nasyid pada munsyid dan nasehat
mereka sampai sepertiga malam. Dan jika para
munsyid selasai, maka berdirilah para qadhi
dan mereka kembali pulang. Dan
diperdengarkan sebuah senandung pujian di
sisa malam tersebut. Hal ini terus berlangsung
di masanya dan masa-masa anaknya yaitu an-
Nahsir Faraj “. [11]
Kisah yang sama ini juga diceritakan oleh
seorang ulama pakar sejarah yaitu syaikh
Jamaluddin Abul Mahasin bin Yusufi bin
Taghribardi dalam kitab Tarikhnya “ an-Nujum
az-Zahirah fii Muluk Mesir wal Qahirah “ pada
juz 12 halaman 72.
Hal yang serupa juga disebutkan oleh al-
Hafidz Ibnu Hajar secara ringkas dalam
kitabnya Anba al-Ghumar sebagai berikut :
ﻭﻋﻤﻞ ﺍﻟﻤﻮﻟﺪ ﺍﻟﺴﻠﻄﺎﻧﻲ ﺍﻟﻤﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻮﻱ ﺍﻟﺸﺮﻳﻒ ﻋﻠﻰ
ﺍﻟﻌﺎﺩﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﺍﻟﺨﺎﻣﺲ ﻋﺸﺮ، ﻓﺤﻀﺮﻩ ﺍﻟﺒﻠﻘﻴﻨﻲ
ﻭﺍﻟﺘﻔﻬﻨﻲ ﻭﻫﻤﺎ ﻣﻌﺰﻭﻻﻥ، ﻭﺟﻠﺲ ﺍﻟﻘﻀﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﻔﺰﻭﻥ
ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻴﻤﻴﻦ ﻭﺟﻠﺴﻨﺎ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻴﺴﺎﺭ ﻭﺍﻟﻤﺸﺎﻳﺦ ﺩﻭﻧﻬﻢ،
ﻭﺍﺗﻔﻖ ﺃﻥ ﺍﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻛﺎﻥ ﺻﺎﺋﻤﺎ، ﻓﻠﻤﺎ ﻣﺪ ﺍﻟﺴﻤﺎﻁ
ﺟﻠﺲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﺎﺩﺓ ﻣﻊ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻟﻰ ﺇﻥ ﻓﺮﻏﻮﺍ، ﻓﻠﻤﺎ
ﺩﺧﻞ ﻭﻗﺖ ﺍﻟﻤﻐﺮﺏ ﺻﻠﻮﺍ ﺛﻢ ﺃﺣﻀﺮﺕ ﺳﻔﺮﺓ ﻟﻄﻴﻔﺔ،
ﻓﺎﻛﻞ ﻫﻮ ﻭﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﺻﺎﺋﻤﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﻀﺎﺓ ﻭﻏﻴﺮﻫﻢ
“ Dan perayaan maulid shulthan yaitu Maulid
Nabi yang Mulia seprti biasanya (tradisi) pada
hari kelima belas, dihadiri oleh syaikh al-Balqini
dan at-Tifhani, keduanya mantan qadhi. Para
qadhi lainnya duduk di sebalah kanan beliau,
dan kami serta para masyaikh duduk di sebelah
kiri. Disepakati bahwa shulthan saat itu dalam
keadaan puasa, maka ketika dibentangkanlah
seprei makanan, beliau duduk seperti biasanya
bersama prang-orang sampai selesai. Maka
ketika masuk waktu maghrib, mereka sholat
kemudian dihidangkanlah hidangan makanan
yang lembut, maka beliau makan bersama
orang-orang yang berpuasa dari para qadhi dan
lainnya “ [12]
Dengan ini jelas lah sudah bahwa wahabi
telah melakukan kecurangan ilmiyyah dengan
tidak menampilkan redaksi (teks) selanjutnya
yang membicarakan perhatian para raja dan
ulama besar terhadap perayaan Maulid Nabi
shallahu ‘alaihi wa sallam saat itu. Ini
merupakan tadlis, talbis dan penipuan besar
di hadapan public…naudzu billah min dzaalik.
Kesimpulannya :
1. Perayaan Maulid Nabi, esensinya telah
dicontohkan oleh Nabi shallahu ‘alaihi wa
sallam sendiri yaitu saat beliau
mengangungkan dan memperingati hari
kelahiran beliau dengan melakukan satu
ibadah sunnah yaitu puasa. Maka pada
hakekatnya perayaan Maulid Nabi adalah
sunnah Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Perayaan Maulid Nabi yang dilanjutkan
dengan para raja yang adil dan para ulama
yang terkenal adalah dalam rangka
menghidupkan sunnah Nabi yaitu
memperingati hari kelahiran Nabi, namun
dengan metode dan cara yang berbeda yang
berlandaskan syare’at seperti membaca al-
Quran, bersholawat dan bersedekah. Metode
ini sama sekali tidak bertentangan dengan
syare’at Nabi.
3. Tuduhan wahabi bahwa yang melakukan
Maulid pertama kali adalah dari Syi’ah
Fathimiyyun adalah dusta belaka dan
bertentangan dengan fakta kebenarannya.
4. Wahabi telah melakukan kecurangan
ilmiyyah dengan menggunting dan tidak
menampilkan teks al-Maqrizi yang
menceritakan perhatian para raja adil dan
ulama terkenal dari kalangan empat madzhab
terhadap Maulid
Rabu, 16 Desember 2015
Sejarah maulid
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar