Abdul Karim
Kyai Haji Abdul Karim - Nama penggati dariMbah Manab adalah pendiri Lirboyo, Pesantren Islam yang besar di Indonesia.
Kyai Haji Abdul Karim(MBAH MANAB)Lahir1856
Dusun Banar,Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan,Kabupaten Magelang]], Jawa TengahMeninggal21 Ramadhan 1954
Lirboyo, Jawa TimurDikenal karenaPendiri Pondok Pesantren Lirboyo
GelarHadratusy SyaikhAgamaIslamPasanganNyai DlomrohSitus webhttp://lirboyo.net
Biografi
KH. Abdul Karim lahir tahun 1856 M di dusun Banar,Desa Deyangan, Kawedanan, Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah, dari pasangan Kyai Abdur Rahim dan Nyai Salamah. Manab adalah nama kecilnya dan merupakan putra ketiga dari empat bersaudara. Saat usia 14 tahun, mulailah ia melalang dalam menimba ilmu agama dan saat itu ia berangkat bersama sang kakak (Kiai Aliman).[1]
Pesantren yang pertama ia singgahi terletak di desa Babadan, Gurah, Kediri. Kemudian ia meneruskan pengembaraan ke daerah Cepoko, 20 km arah selatan Nganjuk, di sini kurang lebih selama 6 Tahun. Setalah dirasa cukup ia meneruskan ke Pesantren Trayang, Bangsri, Kertosono, Nganjuk Jatim, disinilah ia memperdalam pengkajian ilmu Al-Quran. Lalu ia melanjutkan pengembaraan ke Pesantren Sono, sebelah timur Sidoarjo, sebuah pesantren yang terkenal dengan ilmu Shorof-nya, 7 tahun lamanya ia menuntut ilmu di Pesantren ini. Selanjutnya ia nyantri di Pondok Pesantren Kedungdoro, Sepanjang, Surabaya. Hingga akhirnya, ia kemudian meneruskan pengembaraan ilmu di salah satu pesantren besar di pulau Madura, asuhan Ulama’ Kharismatik; Syaikhona Kholil Bangkalan. Cukup lama ia menuntut ilmu di Madura, sekitar 23 tahun.
Pada usia 40 tahun, KH. Abdul Karim meneruskan pencarian ilmu di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jatim, yang diasuh oleh sahabat karibnya semasa di Bangkalan Madura, KH. Hasyim Asy’ari. Hingga pada akhirnya KH. Hasyim asy’ari menjodohkan KH. Abdul Karim dengan putri Kyai Sholeh dari Banjarmlati Kediri, pada tahun1328 H/ 1908 M.
KH. Abdul Karim menikah dengan Siti Khodijah Binti KH. Sholeh, yang kemudian dikenal dengan nama Nyai Dlomroh. Dua tahun kemudian KH. Abdul karim bersama istri tercinta hijrah ke tempat baru, di sebuah desa yang bernama Lirboyo, tahun 1910 M. Disinilah titik awal tumbuhnya Pondok Pesantren Lirboyo.
Kemudian pada tahun 1913 M, KH. Abdul karim mendirikan sebuah Masjid di tengah-tengah komplek pondok, sebagai sarana ibadah dan sarana ta’lim wa taalum bagi santri.
Secara garis besar KH. Abdul karim adalah sosok yang sederhana dan bersahaja. Ia gemar melakukan Riyadlah; mengolah jiwa atau Tirakat, sehingga seakan hari-harinya hanya berisi pengajian dan tirakat. Pada tahun 1950-an, tatkala KH. Abdul Karim menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya -sebelumnya ia melaksanakan ibadah haji pada tahun 1920-an- kondisi kesehatannya sudah tidak memungkinkan, namun karena keteguhan hati akhirnya keluarga mengikhlaskan kepergiannya untuk menunaikan ibadah haji, dengan ditemani sahabat akrabnya KH. Hasyim Asy’ari dan seorang dermawan asal Madiun H. Khozin.
Sosok KH. Abdul Karim adalah sosok yang sangat istiqomah dan berdisiplin dalam beribadah, bahkan dalam segala kondisi apapun dan keadaan bagaimanapun, hal ini terbukti tatkala ia menderita sakit, ia masih saja istiqomah untuk memberikan pengajian dan memimpin sholat berjamaah, meski harus dipapah oleh para santri. Akhirnya, pada tahun 1954, tepatnya hari senin tanggal 21 Ramadhan 1374 H, KH. Abdul Karim berpulang kerahmatullah, ia dimakamkan di belakang masjid Lirboyo
Pendidikan
Pesantren yang pertama ia singgahi terletak di desa Babadan, Gurah, Kediri. Kemudian ia meneruskan pengembaraan ke daerahCepoko, 20 km arah selatan Nganjuk, di sini kurang lebih selama 6 Tahun. Setalah dirasa cukup ia meneruskan ke Pesantren Trayang, Bangsri, Kertosono, Nganjuk Jatim, disinilah ia memperdalam pengkajian ilmu Al-Quran. Lalu ia melanjutkan pengembaraan kePesantren Sono, sebelah timur Sidoarjo, sebuah pesantren yang terkenal dengan ilmu Shorof-nya, 7 tahun lamanya ia menuntut ilmu di Pesantren ini. Selanjutnya ia nyantri di Pondok Pesantren Kedungdoro, Sepanjang, Surabaya. Hingga akhirnya, ia kemudian meneruskan pengembaraan ilmu di salah satu pesantren besar di pulauMadura, asuhan Ulama’ Kharismatik;Syaikhona Kholil Bangkalan. Cukup lama ia menuntut ilmu di Madura, sekitar 23 tahun.
Pada usia 40 tahun, KH. Abdul Karim meneruskan pencarian ilmu di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jatim, yang diasuh oleh sahabat karibnya semasa diBangkalan Madura, KH. Hasyim Asy’ari. Hingga pada akhirnya KH. Hasyim asy’arimenjodohkan KH. Abdul Karim dengan putri Kyai Sholeh dari Banjarmlati Kediri, pada tahun1328 H/ 1908 M
Perjuangan
Dua tahun setelah menikah dengan Siti Khodijah Binti KH. Sholeh (Nyai Dlomroh), KH. Abdul karim bersama istri tercinta hijrah ke sebuah desa yang bernama Lirboyo, tahun 1910 M. Disinilah titik awal tumbuhnya Pondok Pesantren Lirboyo, yang kelak menjadi pesantren besar dan terpenting di Jawa. .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar