Selasa, 05 Desember 2017

APA ITU ILMU TASAWUF

Sesukar sukarnya mengkaji ilmu feqih,lebih sukar mrngali ilmu batin/tasawuf.Sebab ilmu feqih bisa d contohkan,sedang ilmu jiwa itu hanya bisa d rasakan tanpa bisa d lukiskan.Hujatul islam abu hamid bin muhammad al ghozali mengatakan " siapa yg tidak kebagian ilmu batin,mkad hawatirkan mati su'ul khotimah.Wallohu A'lam bi shawab

A. PENDAHULUAN
Kebanyakan kalangan
muslim percaya bahwa salah
satu aspek penting untuk
mengetahui keuniversalan
ajaran Islam tersebut adalah
adanya dorongan untuk
senantiasa mencari ilmu
pengetahuan dimana saja dan
kapan saja umat Islam berada.
Dengan adanya dorongan dari
ayat-ayat al-Qur’an maupun
dalam al-Hadits yang
menganjurkan umat Islam agar
mencari ilmu pengetahuan
inilah yang menyebabkan
lahirnya beberapa disiplin ilmu
pengetahuan dalam Islam,
dimana salah satu di antaranya
adalah lahirnya ilmu tasawuf
yang akan dibahas dalam isi
makalah ini. Ilmu tasawuf
sesungguhnya ialah salah satu
cabang dari ilmu-ilmu Islam
yang utama, selain ilmu Tauhid
(Ushuluddin )dan ilmu Fiqih .
Yang mana dalam ilmu Tauhid
bertugas membahas tentang
soal-soal I’tiqad (kepercayaan)
seperti I’tiqad (kepercayaan)
mengenai hal Ketuhanan,
kerasulan, hari akhir,
ketentuan qadla’ dan qadar
Allah dan sebagainya.
Kemudian dalam ilmu Fiqih
adalah lebih membahas
tentang hal-hal ibadah yang
bersifat dhahir (lahir), seperti
soal shalat, puasa, zakat,
ibadah haji dan sebagainya.
Sedangkan dalam ilmu Tasawuf
lebih membahas soal-soal yang
bertalian dengan akhlak, budi
pekerti, amalan ibadah yang
bertalian dengan masalah
bathin (hati), seperti: cara-cara
ihlash, khusu’, taubat,
tawadhu’, sabar, redhla
(kerelaan), tawakkal dan yang
lainnya.
Dari paparan diatas,
materi yang akan dibahas
dibatasi pada beberapa hal:
1. Apa pengertian dan
bagaimana sejarah
perkembangan ilmu
Tasawuf?
2. Apa saja pokok-pokok
ajaran Tasawuf?
3. Bagaimana kedudukan
ilmu Tasawuf dalam Islam?
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Ilmu
Tasawuf
Tasawuf (Tasawwuf)
atau Sufisme (bahasa Arab :
,ﺗﺼﻮﻑ ) adalah ilmu untuk
mengetahui bagaimana cara
menyucikan jiwa, menjernihan
akhlaq, membangun dhahir
dan batin, untuk memporoleh
kebahagian yang abadi.
Ada beberapa sumber
perihal etimologi dari kata
"Sufi". Pandangan yang umum
adalah kata itu berasal dari
Suf (ﻑﻮﺻ), bahasa Arab untuk
wol, merujuk kepada jubah
sederhana yang dikenakan
oleh para asetik Muslim.
Namun tidak semua Sufi
mengenakan jubah atau
pakaian dari wol. Teori
etimologis yang lain
menyatakan bahwa akar kata
dari Sufi adalah Safa (ﺎﻔﺻ),
yang berarti kemurnian. Hal
ini menaruh penekanan pada
Sufisme pada kemurnian hati
dan jiwa. Teori lain
mengatakan bahwa tasawuf
berasal dari kata Yunani
theosofie artinya ilmu
ketuhanan.
Yang lain menyarankan
bahwa etimologi dari Sufi
berasal dari "Ashab al-
Suffa" ("Sahabat Beranda")
atau "Ahl al-Suffa" ("Orang
orang beranda"), yang mana
dalah sekelompok muslim
pada waktu Nabi Muhammad
SAW yang menghabiskan
waktu mereka di beranda
masjid Nabi, mendedikasikan
waktunya untuk berdoa.
2. Sejarah Kemunculan
Ilmu Tasawuf
Banyak pendapat yang
pro dan kontra mengenai asal-
usul ajaran tasawuf, apakah ia
berasal dari luar atau dari
dalam agama Islam sendiri.
Berbagai sumber mengatakan
bahwa ilmu tasauf sangat lah
membingungkan.
Sebagian pendapat
mengatakan bahwa paham
tasawuf merupakan paham
yang sudah berkembang
sebelum Nabi Muhammad
menjadi Rasulullah. [1] Dan
orang-orang Islam baru di
daerah Irak dan Iran (sekitar
abad 8 Masehi) yang
sebelumnya merupakan orang-
orang yang memeluk agama
non Islam atau menganut
paham-paham tertentu. Meski
sudah masuk Islam, hidupnya
tetap memelihara kesahajaan
dan menjauhkan diri dari
kemewahan dan kesenangan
keduniaan. Hal ini didorong
oleh kesungguhannya untuk
mengamalkan ajarannya, yaitu
dalam hidupannya sangat
berendah-rendah diri dan
berhina-hina diri terhadap
Tuhan. Mereka selalu
mengenakan pakaian yang
pada waktu itu termasuk
pakaian yang sangat
sederhana, yaitu pakaian dari
kulit domba yang masih
berbulu, sampai akhirnya
dikenal sebagai semacam tanda
bagi penganut-penganut
paham tersebut. Itulah
sebabnya maka pahamnya
kemudian disebut paham sufi,
sufisme atau paham tasawuf.
Sementara itu, orang yang
penganut paham tersebut
disebut orang sufi.
Sebagian pendapat lagi
mengatakan bahwa asal-usul
ajaran tasawuf berasal dari
zaman Nabi Muhammad SAW.
Berasal dari kata
"beranda" (suffa), dan
pelakunya disebut dengan ahl
al-suffa, seperti telah
disebutkan diatas. Mereka
dianggap sebagai penanam
benih paham tasawuf yang
berasal dari pengetahuan Nabi
Muhammad.
Pendapat lain
menyebutkan tasawuf muncul
ketika pertikaian antar umat
Islam di zaman Khalifah
Utsman bin Affan dan Ali bin
Abi Thalib , khususnya karena
faktor politik.Pertikaian antar
umat Islam karena karena
faktor politik dan perebutan
kekuasaan ini terus
berlangsung dimasa khalifah-
khalifah sesudah Utsman dan
Ali. Munculah masyarakat
yang bereaksi terhadap hal ini.
Mereka menganggap bahwa
politik dan kekuasaan
merupakan wilayah yang kotor
dan busuk. Mereka melakukan
gerakan ‘uzlah , yaitu menarik
diri dari hingar-bingar masalah
duniawi yang seringkali
menipu dan menjerumuskan.
Lalu munculah gerakan
tasawuf yang di pelopori oleh
Hasan Al-Bashri pada abad
kedua Hijriyah. Kemudian
diikuti oleh figur-figaur lain
seperti Shafyan al-Tsauri dan
Rabi’ah al-‘Adawiyah . [2]
Pada dasarnya sejarah
awal perkembangan tasawuf,
adalah sudah ada sejak zaman
kehidupan Nabi saw. Hal ini
dapat dilihat bagaimana
peristiwa dan prilaku
kehidupan Nabi saw. sebelum
diangkat menjadi rasul. Beliau
berhari-hari pernah
berkhalwat di Gua Hira’,
terutama pada bulan
ramadlan. Disana Nabi saw
lebih banyak berdzikir dan
bertafakkur dalam rangka
untuk mendekatkan diri
kepada Allah Swt. Pengasingan
diri Nabi saw. di Gua Hira’
inilah yang merupakan acuan
utama para sufi dalam
melakukan khalwat . Dalam
aspek lain dari sisi
prikehidupan Nabi saw. adalah
diyakini merupakan benih-
benih timbulnya tasawuf,
dimana dalam kehidupan
sehari-hari Nabi saw.
sangatlah sederhana, zuhud
dan tak pernah terpesona oleh
kemewahan duniawi. Hal itu
di kuatkan oleh salah satu do’a
Nabi saw, beliau pernah
bermohon yang artinya:
“Wahai Allah, hidupkanlah aku
dalam kemiskinan dan
matikanlah aku selaku orang
miskin”. (HR. al-Tirmizi, Ibn
Majah, dan al-Hakim).
Sejarah perkembangan
tasawuf berikutnya (periode
kedua setelah periode Nabi
saw.) ialah periode tasawuf
pada masa “ Khulafaurrasyidin”
yakni masa kehidupan empat
sahabat besar setelah Nabi
saw. yaitu pada masa Abu
Bakar al-Siddiq, Umar ibn al-
Khattab, Usman ibn Affan, dan
masa Ali ibn Abi Thalib.
Kehidupan para
khulafaurrasyidin tersebut
selalu dijadikan acuan oleh
para sufi, karena para sahabat
diyakini sebagai murid
langsung Nabi saw. dalam
segala perbuatan dan ucapan
mereka jelas senantiasa
mengikuti tata cara kehidupan
Nabi saw. terutama yang
bertalian dengan keteguhan
imannya, ketaqwaannya,
kezuhudan, budi pekerti luhur
dan yang lainnya.Salah satu
contoh sahabat yang dianggap
mempunyai kemiripan hidup
seperti Nabi saw. adalah
sahabat Umar Ibn al-Khattab,
beliau terkenal dengan
keheningan jiwa dan
kebersihan kalbunya, ia
terkenal kezuhudan dan
kesederhanaannya.
Diriwayatkan pernah suatu
ketika setelah ia menjabat
sebagai khalifah (Amirul
Mukminin), ia berpidato
dengan memakai baju
bertambal dua belas sobekan.
Selain mengacu pada
kehidupan keempat khalifah di
atas, para ahli sufi juga
merujuk pada kehidupan para
“ Ahlus Suffah” yaitu para
sahabat Nabi saw. yang tinggal
di masjid nabawi di Madinah
dalam keadaan serba miskin
namun senantiasa teguh dalam
memegang akidah dan selalu
mendekatkan diri kepada
Allah Swt. Diantara para Ahlus
Suffah itu ialah,sahabat Abu
Hurairah, Abu Zar al-Ghiffari,
Salman al-Farisi, Muadz bin
Jabal, Imran bin Husain, Abu
Ubaidah bin Jarrah, Abdullah
bin Mas’ud, Abdullah bin
Abbas dan Huzaifah bin
Yaman dan lain-lain.
Perkembangan tasawuf
selanjutnya adalah masuk
pada periode generasi setelah
sahabat yakni pada masa
kehidupan para “Tabi’in
(sekitar abad ke-1 dan abad
ke-2 Hijriyah), pada periode
ini munculah kelompok
(gerakan) tasawuf yang
memisahkan diri terhadap
konflik-konflik politik yang di
lancarkan oleh dinasti bani
Umayyah yang sedang
berkuasa guna menumpas
lawan-lawan politiknya.
Gerakan tasawuf tersebut
diberi nama
“ Tawwabun ” (kaum
Tawwabin), yaitu mereka yang
membersihkan diri dari apa
yang pernah mereka lakukan
dan yang telah mereka dukung
atas kasus terbunuhnya Imam
Husain bin Ali di Karbala oleh
pasukan Muawiyyah, dan
mereka bertaubat dengan cara
mengisi kehidupan sepenuhnya
dengan beribadah. Gerakan
kaum Tawwabin ini dipimpin
oleh Mukhtar bin Ubaid as-
Saqafi yang ahir kehidupannya
terbunuh di Kuffah pada tahun
68 H
Sejarah perkembangan
tasawuf berikutnya adalah
memasuki abad ke-3 dan abad
ke-4 Hijriyah. Pada masa ini
terdapat dua kecenderungan
para tokoh tasawuf. Pertama,
cenderung pada kajian tasawuf
yang bersifat akhlak yang di
dasarkan pada al-Qur’an dan
al-Sunnah yang biasa di sebut
dengan “Tasawuf Sunni”
dengan tokoh-tokoh
terkenalnya seperti : Haris al-
Muhasibi (Basrah), Imam al-
Ghazali, Sirri as-Saqafi, Abu Ali
ar-Ruzbani dan lain-
lain.Kelompok kedua, adalah
yang cenderung pada kajian
tasawuf filsafat, dikatakan
demikian karena tasawuf telah
berbaur dengan kajian filsafat
metafisika. Adapun tokoh-
tokoh tasawuf filsafat yang
terkenal pada saat itu
diantaranya: Abu Yazid al-
Bustami (W.260 H.) dengan
konsep tasawuf filsafatnya
yang terkenal yakni tentang
“Fana dan Baqa” (peleburan
diri untuk mencapai keabadian
dalam diri Ilahi), serta
“Ittihad” (Bersatunya hamba
dengan Tuhan). Adapun
puncak perkembangan tasawuf
filsafat pada abad ke-3 dan
abad ke-4, adalah pada masa
Husain bin Mansur al-Hallaj
(244-309 H ), ia merupakan
tokoh yang dianggap paling
kontroversial dalam sejarah
tasawuf, sehingga ahirnya
harus menemui ajalnya di
taing gantungan.
Periode sejarah
perkembangan tasawuf pada
abad ke-5 Hijriyah terutama
tasawuf filsafat telah
mengalami kemunduran luar
biasa, hal itu akibat
meninggalnya al-Hallaj sebagai
tokoh utamanya. Dan pada
periode ini perkembangan
sejarah tasawuf sunni
mengalami kejayaan pesat, hal
itu ditandai dengan munculnya
tokoh-tokoh tasawuf sunni
seperti, Abu Ismail Abdullah
bin Muhammad al-Ansari al-
Harawi (396-481 H.), seorang
penentang tasawuf filsafat
yang paling keras yang telah
disebarluaskan oleh al-Bustani
dan al-Hallaj. Dan puncak
kecemerlangan tasawuf suni
ini adalah pada masa al-
Ghazali, yang karena keluasan
ilmu dan kedudukannya yang
tinggi, hingga ia mendapatkan
suatu gelar kehormatan
sebagai “Hujjatul Islam”.
Sejarah perkembangan
tasawuf selanjutnya adalah
memasuki periode abad ke-7,
dimana tasawuf filsafat
mengalami kemajuan kembali
yang dimunculkan oleh tokoh
terkenal yakni Ibnu Arabi.
Ibnu Arabi telah berhasil
menemukan teori baru dalam
bidang tasawuf filsafat yakni
tenyang “Wahdatul Wujud”,
yang banyak diikuti oleh
tokoh-tokoh lainnya seperti
Ibnu Sab’in, Jalaluddin ar-
Rumi dan sebagainya. Kecuali
itu pada abad ke-6 dan abad
ke-7 ini pula muncul beberapa
aliran tasawuf amali, yang
ditandai lahirnya beberapa
tokoh tarikat besar seperti:
Tarikat Qadiriyah oleh Syaikh
Abdul Qadir al-Jailani di
Bagdad (470-561 H.), Tarikat
Rifa’iyah yang didirikan oleh
Ahmad bin Ali Abul Abbas ar-
Rifa’I di Irak (W.578 H.) dan
sebagainya. Dan sesudah abad
ke-7 inilah tidak ada lagi
tokoh-tokoh besar yang
membawa ide tersendiri dalam
hal pengetahuan tasawuf,
kalau toh ada hal itu hanyalah
sebagai seorang pengembang
ide para tokoh pendahulunya.
[3]
3. Pokok-pokok Ajaran
Tasawuf
Pembagian Tasawuf
yang ditinjau dari lingkup
materi pembahasannya
menjadi tiga macam, yaitu:
a. Tasawuf Aqidah
yaitu ruang lingkup
pembicaraan Tasawuf yang
menekankan masalah-masalah
metafisis (hal-hal yang ghaib),
yang unsur-unsurnya adalah
keimanan terhadap Tuhan,
adanya Malaikat, Syurga,
Neraka dan sebagainya. Karena
setiap Sufi menekankan
kehidupan yang bahagia di
akhirat, maka mereka
memperbanyak ibadahnya
untuk mencapai kebahagiaan
Syurga, dan tidak akan
mendapatkan siksaan neraka.
Untuk mencapai kebahagiaan
tersebut, maka Tasawuf
Aqidah berusaha melukiskan
Ketunggalan Hakikat Allah,
yang merupakan satu-satunya
yang ada dalam pengertian
yang mutlak. Kemudian
melukiskan alamat Allah SWT,
dengan menunjukkan sifat-
sifat ketuhanan-Nya. Dan salah
satu indikasi Tasawuf Aqidah,
ialah pembicaraannya terhadap
sifat-sifat Allah, yang disebut
dengan “Al-Asman al-Husna”,
yang oleh Ulama Tarekat
dibuatkan zikir tertentu,
untuk mencapai alamat itu,
karena beranggapan bahwa
seorang hamba (Al-‘Abid) bisa
mencapai hakikat Tuhan lewat
alamat-Nya (sifat-sifat-Nya).
b. Tasawuf Ibadah
yaitu Tasawuf yang
menekankan pembicaraannya
dalam masalah rahasia ibadah
(Asraru al-‘Ibadah), sehingga
di dalamnya terdapat
pembahasaan mengenai
rahasia Taharah (Asraru
Taharah), rahasia Salat (Asraru
al-Salah), rahasia Zakat
(Asraru al-Zakah), rahasia
Puasa (Asrarus al-Shaum),
rahasia Hajji (Asraru al-Hajj)
dan sebagainya. Di samping itu
juga, hamba yang melakukan
ibadah, dibagi menjadi tiga
tingkatan, yaitu:
1) Tingkatan orang-orang
biasa (Al-‘Awam), sebagai
tingkatan pertama.
2) Tingkatan orang-orang
istimewa (Al-Khawas),
sebagai tingkatan kedua.
3) Tingkatan orang-orang
yang teristimewa atau
yang luar biasa (Khawas
al-Khawas), sebagai
tingkatan ketiga.
Kalau tingkatan pertama
dimaksudkan sebagai orang-
orang biasa pada umumnya,
maka tingkatan kedua
dimaksudkan sebagai para
wali (Al-Auliya’), sedangkan
tingkatan ketiga dimaksudkan
sebagai para Nabi (Al-Anbiya’).
Dalam Fiqh, diterangkan
adanya beberapa syarat dan
rukun untuk menentukan sah
atau tidaknya suatu ibadah.
Tentu saja persyaratan itu
hanya sifatnya lahiriah saja,
tetapi Tasawuf membicarakan
persyaratan sah atau tidaknya
suatu ibadah, sangat
ditentukan oleh persyaratan
yang bersifat rahasia
(batiniyah). Sehingga Ulama
Tasawuf sering
mengemukakan tingkatan
ibadah menjadi beberapa
macam, misalnya Taharah
dibaginya menjadi empat
tingkatan:
1) Taharah yang sifatnya
mensucikan anggota
badan yang nyata dari
hadath dan najis.
2) Taharah yang sifatnya
mensucikan anggota
badan yang nyata dari
perbuatan dosa.
3) Taharah yang sifatnya
mensucikan hati dari
perbuatan yang tercela.
4) Taharah yang sifatnya
mensucikan rahasia (roh)
dari kecendrungan
menyembah sesuatu di
luar Allah SWT.
Karena Tasawuf selalu
menelusuri persoalan ibadah
sampai kepada hal-hal yang
sangat dalam (yang bersifat
rahasia), maka ilmu ini sering
dinamakan Ilmu Batin,
sedangkan Fiqh sering disebut
Ilmu Zahir.
c. Tasawuf Akhlaqi
Yaitu Tasawuf yang
menekankan pembahasannya
pada budi pekerti yang akan
mengantarkan manusia
mencapai kebahagiaan dunia
dan akhirat, sehingga di
dalamnya dibahas beberapa
masalah akhlaq, antara lain:
1) Bertaubat (At-Taubah);
yaitu keinsafan seseorang
dari perbuatannya yang
buruk, sehingga ia
menyesali perbuatannya,
lalu melakukan perbuatan
baik.
2) Bersyukur (Asy-
Shukru); yaitu berterima
kasih kepada Allah,
dengan mempergunakan
segala nikmat-Nya kepada
hal-hal yang
diperintahkan-Nya;
3) Bersabar (Ash-Sabru);
yaitu tahan terhadap
kesulitan dan musibah
yang menimpanya.
4) Bertawakkal (At-
Tawakkul); yaitu
memasrahkan sesuatu
kepada Allah SWT.
Setelah berbuat sesuatu
semaksimal mungkin
untuk mencapai tujuan.
5) Bersikap ikhlas (Al-
Ikhlas); yaitu
membersihkan perbuatan
dari riya (sifat menunjuk-
nunjukkan kepada orang
lain), demi kejernihan
perbuatan yang kita
lakukan.
Ini baru sebagian kecil
saja akhlaq baik terhadap
Tuhan yang kita bicarakan,
tetapi pembicaraan Tasawuf
selalu menuju kepada
pembahasan yang lebih dalam
lagi, yaitu hingga menelusuri
kerahasiaannya. Jadi
pembicaraan taubat, syukur,
sabar, tawakkal dan ikhlas,
dibahas dengan
mengemukakan indikasi
lahiriyahnya saja, maka hal itu
termasuk lingkup pembahasan
akhlaq; tetapi bila dibahasnya
sampai menelusuri rahasianya,
maka hal itu termasuk
Tasawuf. Sehingga dari sinilah
kita dapat melihat perbedaan
Akhlaq dengan Tasawuf,
namun dari sisi lain dapat
dilihat kesamaannya, yaitu
keduanya sama-sama tercakup
dalam sendi Islam yang ketiga
(Ihsan).
Bila ditinjau dari sisi
corak pemikiran atau konsepsi
(teori-teori) yang terkandung
di dalamnya, maka hal itu bisa
menjadi Tasawuf Salafi,
Tasawuf Sunni dan Tasawuf
Falsafi.
Dalam Tasawuf Salafi
dan Tasawuf Sunni, system
peribadatan dan teori-teori
yang digunakannya, sama
dengan yang telah dilakukan
oleh Ulama-Ulama Salaf,
sehingga kadang-kadang
Tasawuf Sunni disebut juga
Tasawuf Salafi. Lain halnya
dengan Tasawuf Falsafi,
ajarannya sudah dimasuki oleh
teori-teori Filsafat; misalnya
dipengaruhi oleh Filsafat
Yahudi; Filsafat Kristen dan
Filsafat Hindu. Maka tidak
sedikit ajarannya yang hampir
sama dengan agama yang
mempengaruhinya, terutama
konsepsi yang digunakan
untuk mendapat hakikat
ketuhanan; dengan istilah “Al-
Hulul” (larutnya sifat
ketuhanan ke dalam sifat
kemanusiaan), “Al-
Ittihad” (leburnya sifat hamba
dengan sifat Allah), “Wihdatu
al-Wujud” (menyatunya hamba
dengan Allah) dan sebagainya.
Dan barangkali inilah yang
dimaksudkan oleh orang-orang
yang mengatakan bahwa
Tasawuf Islam itu tidak lain,
kecuali hanya ajaran Mistik
umat-umat terdahulu, yang
telah ditransformasikan oleh
Ulama Tasawuf ke dalam
Islam. Tetapi tuduhan itupun
dialamatkan pada Tasawuf
Sunni dan Salafi, padahal
sebenarnya ajaran Tasawuf
tersebut masih konsisten
dalam ajaran Islam. Hanya
saja, barangkali ada tata
caranya yang sudah
dikembangkan oleh Ulama
Tarekat pada masa sesudahnya
yang akhirnya tidak persis
sama dengan Tasawuf yang
telah dipraktekkan oleh Ulama
Sahabat dan Tabin di abad
pertama dan kedua Hijriyah.
Tentu saja, perkembangannya
itu hanya sekedar memenuhi
tuntutan zaman yang
dilaluinya, sedangkan
prinsipnya tidak bertentangan
dengan pengalaman Ulama-
Ulama Salaf. [4]
4. Kedudukan Ilmu
Tasawuf dalam Islam
Ajaran Tasawuf dalam
Islam, memang tidak sama
kedudukan hukumnya dengan
rukun-rukun Iman dan rukun-
rukun Islam yang sifatnya
wajib, tetapi ajaran Tasawuf
bersifat sunnat. Maka Ulama
Tasawuf sering menamakan
ajarannya dengan istilah
“Fadailu al-A’mal” (amalan-
amalan yang hukumnya lebih
afdhal, tentu saja maksudnya
amalan sunnat yang utama.
Memang harus diakui
bahwa tidak ada satupun ayat
atau Hadith yang memuat kata
Tasawuf atau Sufi, karena
istilah ini baru timbul ketika
Ulama Tasawuf berusaha
membukukan ajaran itu,
dengan bentuk ilmu yang
dapat dibaca oleh orang lain.
Upaya Ulama Tasawuf
memperkenalkan ajarannya
lewat kitab-kitab yang telah
dikarangnya sejak abad ketiga
Hijriyah, dengan metode
peribadatan dan istilah-istilah
(symbol Tasawuf) yang telah
diperoleh dari pengalaman
batinnya, yang memang
metode dan istilah itu tidak
didapatkan teksnya dalam Al-
Qur’an dan Hadith. Tetapi
sebenarnya ciptaan Ulama
Tasawuf tentang hal tersebut,
didasarkan pada beberapa
perintah Al-Qur’an dan Hadith,
dengan perkataan “Udhkuru”
atau “Fadhkuru”. Dari
perintah untuk berzikir inilah,
Ulama Tasawuf membuat
suatu metode untuk
melakukannya dengan istilah
“Suluk”. Karena kalau tidak
didasari dengan metode
tersebut, maka tidak ada
bedanya dengan akhlaq mulia
terhadap Allah. Jadi bukan lagi
ajaran Tasawuf, tetapi masih
tergolong ajaran Akhlaq.
Tasawuf merupakan
pengontrol jiwa dan
membersihkan manusia dari
kotoran-kotoran dunia di
dalam hati, melunakan hawa
nafsu, sehingga rasa takwa
hadir dari hati yang bersih dan
selalu merasa dekat kepada
Allah. Tujuan tasawuf itu
menghendaki manusia harus
menampilkan ucapan,
perbuatan, pikiran, dan niat
yang suci bersih, agar menjadi
manusia yang berakhlak baik
dan sifat yang terpuji,
sehingga menjadi seorang
hamba yang dicintai Allah swt.
Oleh karena itu, sifat-sifat
yang demikian perlu dimiliki
oleh seorang muslim.
Maka dengan
bertasawuf, seseorang akan
bersikap tabah, sabar, dan
mempunyai kekuatan iman
dalam dirinya, sehingga tidak
mudah terpengaruh atau
tergoda oleh kehidupan dunia
yang berlebihan dengan
bersikap qonaah, yaitu sabar
dan tawakal, serta menerima
apa yang telah diberikan Allah
walaupun sedikit. Oleh karena
itu tasawuf betul-betul
mendapatkan perhatian yang
lebih dalam ajaran Islam,
walaupun sebagian ulama fikih
menentang tasawuf ini, karena
dianggap bid'ah dan orang
yang mempelajarinya telah
berbuat syirik, karena tidak
berpedoman kepada Al-Quran
dan Sunnah. [5]
Banyak ayat-ayat Al-
Quran dan hadits yang
memerintahkan manusia
supaya bertobat, sabar,
tawakal, bersikap zuhud,
ikhlas dan ridha kepada Allah
swt, serta membersihkan diri
dengan berzikir kepada Allah.
Sebagaimana Allah swt,
berfirman:
“Sesungguhnya
berbahagialah orang yang
membersihkan diri, dan ia
ingat nama Tuhannya, lalu dia
sembahyang.” (QS. Al- A'la:
14-15)
Ulama Tasawuf, yang
sering juga disebut “Ulama’ al-
Muhaqqin” membuat tata cara
peribadatan untuk mencapai
tujuan Tasawuf, didasarkan
atas konsepsi dan motivasi
beberapa ayat Al-Qur’an dan
Hadith, antara lain berbunyi:
“Sesungguhnya kami
telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-
baiknya. Kemudian kami
kembalikan dia ke tempat
yang serendah-rendahnya
(neraka).” (Q.S.attien.)
“Hai orang-orang yang
beriman; berdhikirlah
(dengan) menyebut (nama)
Allah, dhikir yang sebanyak-
banyaknya. Dan bertasbhilah
kepada-Nya di waktu pagi dan
petang.”(Q.S. Al-Ahzab: 41-42)
“Sembahlah Allah,
seolah-olah engkau melihat-
Nya; maka apabila engkau
tidak dapat melihat-Nya, maka
Ia pasti melihatmu. (H. R.
Bukhary Muslim, yang
bersumber dari Abu Hurairah)
Dalam ayat pertama,
diterangkan bahwa manusia
diciptakan oleh Allah dengan
sebaik-baik kejadian, namun
karena perbuatan manusia itu
sendiri, maka Allah
mengembalikannya kepada
tempat yang sangat hina.
Tempat inilah yang
dimaksudkan oleh Sufi sebagai
neraka. Dan untuk
menghindarinya, maka Sufi
membuat tata cara
mengabdikan diri kepada
Allah, yang disebut dengan
“Suluk”, di mana di dalamnya
diwarnai oleh zikir,
sebagaimana anjuran dalam
ayat kedua di muka, dengan
kalimat “Udzkurullah Dzikran
Katsiira”… Sehingga Salik
(peserta suluk) dapat
mencapai tujuan Tasawufnya,
yang disebut Ma’rifah; yaitu
suatu pengenalan batin
terhadap Allah, yang disebut
dalam hadith di muka, sebagai
perkataan pengabdian hamba
kepada Allah, yang seolah-olah
dapat melihat-Nya (A’budillah
Kannaka Tarahu …).
Bukankah kita ingin
dekat dengan Allah sedekat-
dekatnya, serta merasa dekat
dengan-Nya? Oleh karena
harus ada penyucian diri
dengan selalu berusaha
membersihkan hati, supaya
kita memperoleh jiwa yang
tenteram dan menjadi orang
yang bahagia hidup di dunia
dan akhirat. Seperti halnya
Rasulullah saw, beliau adalah
pembesar dari seluruh ahli
tasawuf yang berdaya upaya
dengan sangat kepada
kesucian hati serta menjauhi
dari sifat-sifat hati yang jelek.
Jadi, seorang hamba
bisa dekat dengan Allah, yaitu
dengan bertasawuf. Dengan
demikian tasawuf memiliki
Kedudukan yang penting
dalam ajaran Islam tergantung
kita dalam mempelajari dan
memahaminya.
C. PENUTUP
Kesimpulan
Ilmu Tasawuf adalah
suatu ilmu untuk mengetahui
bagaimana cara menyucikan
jiwa, menjernihan akhlaq,
membangun dhahir dan batin,
untuk memporoleh kebahagian
yang abadi. Pada awalnya
tasawuf merupakan gerakan
zuhud (menjauhi hal duniawi)
dalam Islam, yang dalam
perkembangannya melahirkan
tradisi mistisme Islam yang
mempunyai kedudukan sangat
penting dalam ajaran islam itu
sendiri. Dalam hal ini
kedudukan Tasawuf berada
pada sendi Ihsan, yang
berfungsi untuk memberi
warna yang lebih mendalam
bagi sendi Aqidah dan sendi
Syari’ah Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar