Selasa, 05 Desember 2017

TENTANG BISIKAN HATI

Diriwayatkan dari Wâbidhah bin
Ma’bad, ia berkata: Saya datang
kepada Rasulullah, lalu beliau
bersabda, “Apakah kamu datang
bertanya tentang kebajikan?” Saya
menjawab, “Ya.” Nabi swt bersabda,
“Bertanyalah pada hatimu. Kebaikan
adalah sesuatu yang membuat hati
dan jiwa menjadi tenang. Sedangkan
dosa adalah sesuatu yang
menggelisahkan jiwa dan meragukan
hati, sekalipun orang-orang terus
membenarkanmu.”
(HR Ahmad bin Hanbal dan ad-
Dârimy, dengan sanad Hasan)
Semua gerak-gerik hati oleh para
sufi selalu diawasi dan diperhatikan,
ini tidak lain  karena hati adalah
modal pokok dalam sulûk yang
mereka tempuh. Hati menjadi
komandan dari semua aktivitas
seseorang. Jika hati bersih, tingkah
laku pun menjadi terarah pada hal-
hal yang bersih. Tapi jika hati kotor,
kecenderungan terhadap hal-hal
yang kotor akan lebih dominan.
Hati adalah garapan utama para
sufi, karena bagi mereka, hati di
hadapan Allah I sama dengan lisan
di depan makhluk. Imam Sahal at-
Tasturi (w. 283 H.) berkata, “Paling
buruknya perbuatan maksiat adalah
omongan hati.” Dalam hati
berseliweran bisikan-bisikan yang
mendorong untuk melakukan sesuatu
yang baik atau yang buruk. Bisikan-
bisikan itu berlomba-lomba untuk
dapat menundukkan orang yang
dibisiki: bisikan yang buruk
menggoda agar orang yang dibisiki
melakukan kejahatan, sebaliknya
bisikan yang baik mengajak pada
kebaikan.
Bisikan yang ada di hati diisitilahkan
dengan khâtir atau wârid. Lebih
jelasnya definisi khâtir ialah bisikan
yang menghunjam ke dalam hati
seseorang tanpa diduga olehnya.
Definisi wârid juga hampir sama
dengan khâtir, tapi keduanya
memiliki perbedaan. Bisikan pada
khâtir lebih terarah pada perintah
untuk melakukan sesuatu, sedangkan
wârid bersifat pada keadaan-keadaan
spiritual yang dialami seorang sâlik.
Dengan kata lain, wârid lebih mirip
dengan maqâmât (kedudukan) dan
ahwâl (keadaan) spiritual.
Empat Macam Bisikan
Secara umum, bisikan dalam hati
terbagi menjadi empat bagian: (1)
bisikan yang datangnya dari Allah,
yang disebut bisikan rabbânî; (2)
bisikan malaikat, disebut dengan
ilham; (3) bisikan nafsu, disebut
dengan hâjis; dan (4) bisikan setan
yang disebut dengan waswas.
(Isthilâhâtu ash-Shûfiyah, karya
Syekh Kamaluddîn Abdur Razzâq al-
Fâsyâny)
Bisikan rabbânî atau intuisi Ilahi
akan diraih ketika berusaha
menghidupkan hati dengan
ma’rifatullâh . Bisikan itu bukan
sekadar bisikan biasa, tapi
merupakan nur Ilahi yang memenuhi
seluruh sudut hati. Nur Ilahi ini
terbagi menjadi tiga tingkatan
dengan meninjau kelas dalam sulûk,
yaitu kelas permulaan ( bidâyah),
kelas pertengahan ( wasth), dan kelas
puncak (nihâyah ). Nur Ilahi yang
masuk pada kelas pertama ialah
wârid al-intibâh, yaitu cahaya yang
mengeluarkan dari kelalaian yang
gelap-gulita menuju kesadaran dan
ingat kepada Allah I. Kelas
pertengahan akan dimasuki wârid al-
iqbâl, yakni cahaya yang
dihunjamkan ke dalam hati yang
menyebabkan hati akan selalu
berzikir kepada Allah I dan
melupakan segala selain Allah I.
Kelas terakhir akan dimasuki wârid
al-wishâl, yakni cahaya yang
menguasai hati seorang hamba lalu
menguasai lahir dan batinnya,
sehingga ia menjadi sirna dari
dirinya. ( Iqâdz al-Himâm fî Syarh al-
Hikam, karya Ahmad bin Muhammad
’Ajîbah al-Hasani)
Bisikan malaikat—atau juga disebut
dengan ilham—merupakan bisikan
yang mengajak pada kebaikan, baik
berupa pekerjaan fardu, maupun
pekerjaan sunah. Sebaliknya, bisikan
yang mengajak pada kejahatan
adalah bisikan setan. Bisikan ini
bukan hanya mengajak pada perkara
haram, tapi juga mengajak pada
perkara makruh. Yang terakhir
adalah bisikan nafsu, yaitu bisikan
yang mengajak terhadap
kepentingan-kepentingan nafsu.
Membedakan Bisikan
Empat macam bisikan tersebut
sangat sulit dibedakan. Keempat-
empatnya berlomba-lomba untuk
dapat mempengaruhi hati orang
yang dibisiki. Diperlukan perjuangan
dan usaha untuk dapat membedakan
empat bisikan itu, terutama bisikan
nafsu dan bisikan setan. Sebab
keduanyalah yang dapat
menjerumuskan seseorang dalam
kemaksiatan.
Para pembesar sufi sepakat bahwa
tubuh yang dipenuhi dengan
makanan haram tidak akan dapat
membedakan antara bisikan setan
dan bisikan malaikat yang disebut
ilham. Secara lebih terperinci, Imam
as-Suhrawardi (Abu Hafs
Syihabuddin Umar bin Muhammad
bin Abdullah, w.632 H) dalam
kitabnya ’Awarifu al-Ma’arif
menjelaskan, bahwa ada empat hal
yang menyebabkan kaburnya
perbedaan bisikan-bisikan dalam
hati. Pertama, lemahnya keyakinan.
Kedua, tidak mengetahui seluk-beluk
nafsu secara mendetail. Ketiga ,
selalu menuruti hawa nafsu dengan
selalu melanggar kunci-kunci takwa.
Dan keempat , cinta akan dunia dan
tetek-bengeknya.
Lebih lanjut beliau menawarkan tips
untuk dapat mengontrol gerak dari
dua bisikan yang menjerumuskan,
yakni bisikan setan dan bisikan
nafsu. Beliau menuturkan bahwa
bisikan setan dapat dikontrol atau
bahkan dihilangkan dengan dua
resep, yaitu dengan menanamkan
rasa takwa yang tinggi dan berzikir.
Proses menjalankan ketakwaan
dimulai dari anggota tubuh yang
lahir dengan memeliharanya dari
hal-hal yang dilarang syariat,
kemudian meningkat lagi dengan
memelihara dari hal-hal yang tidak
ada faedahnya. Setelah itu,
ketakwaan juga ditanamkan ke dalam
anggota batin dengan menjaganya
dari yang diharamkan dan juga dari
yang tidak ada faedahnya.
Selanjutnya, ketakwaan yang telah
tertanam kokoh itu diperkuat dengan
selalu ingat (zikir) kepada Allah.
Bisikan nafsu juga perlu dikontrol,
meskipun tidak seluruh bisikan
nafsu itu buruk. Sebab nafsu
memiliki kebutuhan yang harus
dipenuhi demi eksistensinya untuk
dapat menjalani kehidupan.
Kebutuhan nafsu yang tidak boleh
dituruti adalah kebutuhan yang
melebihi dari kebutuhan syariat.
Karenanya, bisikan nafsu harus
dikontrol dengan ilmu agama:
apakah bisikan itu sesuai dengan
tuntunan syariat atau muncul dari
rasa ketidakpuasan nafsu.
Apabila dua bisikan yang berbahaya
itu dapat ditaklukkan, maka tinggal
dua bisikan yang bisa masuk ke
dalam hati, yakni bisikan Ilahi dan
bisikan malaikat. Bahkan apabila
hati telah betul-betul bersih, maka
setiap bisikan tidak akan berani
masuk ke dalam hati sebelum
“meminta izin” kepada hati.
Demikian ini sebagaimana nasehat
yang disampaikan Syekh Abdul Qadir
al-Jilani (w. 561), “Jika hatimu sehat,
ia akan berdiri di hadapan bisikan
yang akan masuk sembari berkata,
’Bisikan apa kamu dan dari mana
datangnya kamu?’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar