Selasa, 05 Desember 2017

Jika Allah Mencintai Seorang Hamba


Rasulullah saww bersabda : ”Jika
Allah mencintai seorang hamba
maka Allah berikan cobaan baginya.
Dan jika Allah mencintainya dengan
kecintaan yang sangat maka Allah
akan mengujinya.”
Para sahabat Nabi bertanya :
”Apakah ujiannya?”
Rasulullah saww menjawab : “ Tidak
sedikit pun Allah tinggalkan baginya
harta dan anak” 1]
ALLAH ILHAMKAN KETAATAN
KEPADANYA
Imam Ja’far al-Shadiq as
berkata,”Jika Allah mencintai seorang
hamba, Allah ilhamkan kepadanya
ketaatan, Allah biasakan ia dengan
qana’ah (menerima apa yang ada),
Allah karuniakan baginya
pemahaman agama, Allah
menguatkannya dengan keyakinan,
Allah cukupkan baginya dengan sifat
al-kafaf , Allah memakaikannya
dengan sifat al-‘afaf . Sebaliknya jika
Allah membenci seorang hamba
maka Allah jadikan dia mencintai
harta dan Allah mudahkan baginya
untuk memperolehnya, Allah
ilhamkan kepadanya dunianya, Allah
serahkan dia pada hawa nafsunya,
maka ia mengendarai al-‘inaad , ia
mudah berbuat fasad , dan
menzhalimi hamba-hamba
(Tuhan)” 2]
Sesungguhnya Allah mengilhamkan
kepada jiwa semua manusia
ketaatan dan maksiat, namun
beruntunglah orang yang mengambil
ilham ketaatan dan merugilah orang
yang mengambil ilham kemaksiatan.
“Maka Allah ilhamkan kepada jiwa
itu kefasikan dan ketakwaan,
sesungguhnya beruntunglah orang
yang menyucikan jiwanya dan
merugilah orang yang
mengotorinya.” (QS Al-Syams [91] :
8-9)
Dan Allah mencintai orang yang
terilhami oleh ketaatan dan
ketakwaan, lalu ia bersegera
menyucikan jiwanya dengan
melakukan ketaatan dan ketakwaan.
Seseorang mengeluh kepada Imam
al-Shadiq as tentang ketamakannya
yang kian hari bertambah. Imam as
menasihatinya, ” Jika engkau merasa
beruntung dengan memiliki apa
yang mencukupimu, maka engkau
akan merasa cukup dengan
kebutuhan terkecil dunia ini.
Sebaliknya jika engkau tidak merasa
puas dengan memiliki kebutuhan-
kebutuhan minimum dunia ini, maka
seluruh kesenangan duniawi takkan
bakal mencukupimu .” 3]
Mengenai pemahaman akan agama,
Rasulullah saww bersabda,
”Barangsiapa yang Allah inginkan
kebaikan bagi dirinya, niscaya Dia
karuniakan pemahaman akan agama”
4]
Tentang al-Kafaf , yaitu merasa cukup
dengan rezeki yang memadai. Sifat
al-kafaf ini tidak berbeda jauh
dengan Qana’ah . Ada pun al-‘Afaf ,
adalah sifat menjaga kehormatan
diri dari perbuatan-perbuatan hina.
Diriwayatkan oleh Imam al-Shadiq as
bahwa Imam Ali as berkata,
”Seutama-utama ibadah adalah
al-‘afaf” 5] .
Dan sabda Rasulullah saww,
”Sesungguhnya Allah mencintai
seorang yang pemalu, yang menjaga
dirinya dari perbuatan-perbuatan
yang hina (al-hayya al-muta’affif )” 6]
Ada pun ‘inad adalah sifat keras
kepala (stubborn). Al Qur’an
mengatakan,”Dan merugilah setiap
orang yang berlaku sewenang-
wenang lagi keras kepala!” (QS
Ibrahim [14] ayat 15), ‘Allamah Baqir
al-Majlisi menafsirkan ayat tersebut,
”Merugilah orang yang sombong,
disebabkan keberpalingannya dari
kebenaran .” 7]
ZIKIR SEBAGAI CERMIN CINTA
Rasulullah saww bersabda, ”Wahai
Tuhan, beritahukanlah kepadaku
orang yang Engkau cintai sehingga
aku dapat mencintainya? ”
Maka Allah SwT pun berfirman, ”Jika
engkau melihat hamba-Ku yang
banyak berzikir kepada-Ku lalu Aku
izinkan dia untuk berbuat yang
demikian itu maka berarti Aku
mencintainya. Dan apabila engkau
melihat hamba-Ku yang tidak
berzikir kepada-Ku lalu Aku hijab dia
dari hal yang demikian itu, maka
berarti Aku benci kepadanya .” 8]
UJIAN SEBAGAI BENTUK
PENDIDIKKAN MENTAL DAN
SPIRITUAL
Sebagian orang menganggap ujian
merupakan sesuatu yang buruk.
Padahal hakikatnya, ujian maupun
kesulitan merupakan hal yang
bermanfaat dan memiliki dampak
positif bagi orang-orang yang tegar
(sabar) dalam menghadapinya.
Karenanya, mereka berhak
mendapatkan berita gembira dan
kebaikan. Allah ‘Azza wa Jalla
berfirman, ”Dan sungguh akan Kami
uji kalian dengan ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa
serta buah-buahan. Dan
sampaikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar.” (QS Al-
Baqarah [2] ayat 155)
Untuk pengajaran dan pendidikan
jiwa manusia, Allah mempersiapkan
dua program: program tasyri’i, dan
program takwini . Kesulitan dan
kesusahan, keduanya ada dalam dua
program Tuhan tersebut. Di dalam
program tasyri’iy , diwajibkanlah
manusia beribadah. Dan pada
program takwini , dijadikanlah
kesulitan pada setiap awal
perjalanan yang dilalui oleh semua
manusia.
Program tasyri’iy berada di dalam
kewajiban-kewajiban seperti : puasa,
hajji, jihad, infaq, amar ma’ruf nahi
munkar, tawalla dan tabarra, khumus
dan shalat, kesemuanya itu terdapat
kesulitan dan kesukaran yang
muncul sebagai kewajiban dari
syari’at ( taklif syar’iy ). Sedangkan
kesabaran di dalam menghadapinya
dan istiqamah (teguh dan tetap)
sewaktu melaksanakannya pasti
dapat menyempurnakan jiwa dan
mendidik (menggembleng) kesiapan-
kesiapan jiwa yang andal bagi
manusia.
Permasalahan ini tidak bertentangan
dengan prinsip bahwa agama (Islam)
tidak bermaksud untuk mempersulit
manusia. Maksud sesungguhnya dari
prinsip ini bukan berarti bahwa
agama itu kosong dari tugas-tugas
atau kewajiban-kewajiban ( taklif ) dan
latihan ( tamrin), melainkan bahwa di
dalam agama tidak ada perintah-
perintah yang akan menghalangi
kemajuan manusia dan akan
memenjarakan aktivitas (dan
kreavitas) nya yang benar.
Semua hukum-hukum agama telah
ditetapkan (oleh Tuhan) untuk tidak
membelenggu tangan dan kaki,
tetapi juga tidak mendorong
manusia untuk malas, lengah dan
lalai.
Sedangkan program takwini berada
di dalam kelaparan, ketakutan,
kerugian material serta hilangnya
jiwa merupakan kesulitan-kesulitan
yang diciptakan oleh hukum takwini
yang mau tidak mau harus dihadapi
oleh semua manusia (sebagai
sunatullah atau biasa disebut
hukum alam). 9]
UJIAN DAN COBAAN SEBAGAI BUKTI
CINTA TUHAN
Apabila Allah Swt secara khusus
menyayangi seorang hamba-Nya,
niscaya Dia akan menhadapkannya
pada berbagai kesulitan dan
kesusahan. Imam Muhammad al-
Baqir as berkata, ”Sesungguhnya
Allah ‘Azza wa Jalla menjanjikan
ujian dan cobaan kepada seorang
mukmin sebagaimana seorang suami
menjanjikan kepada isterinya
dengan hadiah yang dirahasiakan
(disembunyikan)-nya .” 10]
Atau dalam hadits lainnya, Imam
Ja’far al-Shadiq as berkata,
”Sesungguhnya apabila Allah
mencintai seorang hamba niscaya
Dia tenggelamkan hamba tersebut
ke dalam cobaan .” 11]
Hal ini bisa dicontohkan dengan
seorang pelatih renang. Sewaktu ia
diminta untuk melatih seseorang
agar bisa berenang, maka ia akan
melatih orang tersebut dengan
mengerahkan segenap
kemampuannya agar orang itu bisa
berenang. Sama saja dengan Allah
SwT ketika mencintai seorang hamba,
maka Dia akan mendidiknya – untuk
mencapai kesempurnaan – dengan
mengujinya dengan berbagai
cobaan.
Seseorang yang ingin pandai
berenang, tetapi hanya bermodal
dengan membaca buku teori renang
tanpa menceburkan dirinya ke kolam
renang, pasti seumur hidupnya ia
tidak akan pernah bisa berenang.
Seseorang yang sungguh-sungguh
ingin pandai berenang harus berada
di dalam air dan berlatih dengan
mencoba bertarung dengan air agar
tidak tenggelam.
Bahkan kadang-kadang seseorang
yang sedang belajar berenang harus
menghadapi maut ketika ia berenang
jauh ke tengah laut. Tidak bisa tidak
seseorang harus pernah menghadapi
kesulitan-kesulitan sejak ia berada di
dunia ini, sehingga ia bisa belajar
menyelamatkan diri darinya. Ia
harus pernah menghadapi
kesukaran-kesukaran hidup, sehingga
ia menjadi lebih dewasa dan
matang. 12]
TIIDAK ADA KEBAIKAN BAGI ORANG
YANG TIDAK PERNAH DITIMPA
MUSIBAH
Suatu hari, Rasullah saww diundang
ke rumah salah seorang Muslim.
Sewaktu beliau tiba di rumahnya,
beliau melihat seekor ayam sedang
bertelur di sebuah sarang di
samping rumah. Beliau melihat telor
ayam tersebut tidak jatuh, dan
kalaupun jatuh ternyata tidak pecah.
Betapa takjubnya Rasullah saww
melihat kejadian tersebut.
Karena itu, pemilik rumah tersebut
bertanya kepada beliau, “Engkau
heran melihatnya, ya Rasullah? Demi
Allah yang telah memilih Anda
sebagai Nabi, sesungguhnya saya
selama ini tidak pernah sakit”
Rasulullah segera meninggalkan
rumah tersebut, seraya berkata,
“Barangsiapa yang tidak pernah
mengalami musibah, maka ia jauh
dari kasih sayang Allah .” 13]
SEMAKIN TINGGI TINGKAT
SPIRITUAL SESEORANG SEMAKIN
BERAT UJIANNYA
Diriwayatkan bahwa Imam Al-Shadiq
as berkata, “Sesungguhnya
disebutkan di dalam kitab ‘Ali bahwa
yang paling berat cobaannya di
antara semua manusia adalah para
nabi, dan setelah mereka adalah
para washiy (para Imam Ahlul Bait
as), dan setelah mereka adalah
orang-orang pilihan yang seperti
mereka. Sungguh orang mukmin
pasti mengalami cobaan sesuai
dengan kadar amal baiknya. Maka,
orang yang baik agamanya dan baik
pula amalnya akan lebih berat
cobaannya. Hal itu disebabkan Allah
SwT tidak menjadikan dunia ini
sebagai tempat memberi pahala
bagi orang mukmin dan tempat
menyiksa orang yang ingkar. Dan
orang yang lemah imannya dan
buruk amalnya, akan lebih ringan
cobaannya. Sesungguhnya, cobaan
itu menimpa orang beriman lebih
cepat daripada air hujan yang turun
ke bumi .” 14]
Sesungguhnya manusia yang paling
keras cobaannya ialah para Nabi,
kemudian orang-orang setelah
mereka, dan selanjutnya orang-orang
setelah mereka yang layak
mendapatkan cobaan seperti
mereka. Para penyusun kitab-kitab
hadis, membuat bab khusus
mengenai kerasnya cobaan yang
dihadapi oleh Amir Al-Mu’minin,
para Imam dan putra-putranya.
Cobaan yang dihadapi oleh para
kekasih Allah, pada dasarnya, adalah
kasih sayang-Nya yang dikemas
dengan penderitaan, sebagaimana
halnya dengan kenikmatan dan
kesehatan yang dialami oleh mereka
yang dimurkai oleh Allah, yang pada
dasarnya merupakan siksaan untuk
mereka yang dikemas dalam bentuk
kenikmatan, dan kemurkaan dengan
bentuk kasih sayang. 15]
Imam al-Shadiq as berkata,
”Besarnya pahala seseorang
sebanding dengan besarnya
penderitaannya dan tidaklah Allah
mencintai seorang hamba kecuali
Dia menghadapkannya dengan
penderitaan” 16]
Bala’ yang berarti ujian dan cobaan
dapat terjadi pada manusia yang
baik maupun yang jahat. Bala’ dan
ibtila’ , tidak hanya terbatas hanya
berupa penyakit berat atau ringan,
atau kesengsaraan, seperti
kemiskinan, penghinaan, dan
kehilangan keuntungan-keuntungan
duniawi.
Bahkan seperti kekuasaan,
kebesaran, kekayaan, ketinggian
status, kehormatan, dan yang
semacam itu juga merupakan bentuk
lain dari ujian dan cobaan.
Tetapi dalam konteks hadits dari
Imam al-Shadiq as di atas, bala’
yang dimaksudkan adalah bala’
dalam pengertian yang pertama,
yang berupa penderitaan dan
kesengsaraan.
BALA ‘ MERUPAKAN UJIAN
SARINGAN
Imam Ali bin Abi Thalib as berkata :
“Demi yang mengutusnya
(Muhammad saww) dengan
kebenaran, kamu benar-benar akan
dicampur baurkan dan kemudian
dipisahkan dalam saringan (ujian
dan penderitaan). ” (Nahjul Balaghah
hal. 57, Khutbah ke 16, Syarah Dr.
Subhi Shalih)
Dalam hadits lainnya, Imam al-
Shadiq as berkata, ” Sudah
merupakan kemestian bagi manusia
bahwa mereka mesti dibersihkan,
dipisahkan dan disaring sehingga
sejumlah besar dari mereka
dikeluarkan dari saringan itu .” 17]
Diriwayatkan dari Imam Musa al-
Kazhim as, ketika beliau membaca
ayat, ” Alif Laam Miim, Apakah
manusia itu mengira dibiarkan
mengatakan : ‘Kami telah beriman!’
sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS
Al-‘Ankabut [29] : 1-3) kemudian
beliau as berkata, ” Ujian yang
dimaksud dalam ayat ini adalah
ujian dalam agama.” Kata beliau
lagi, ” Mereka akan dibakar dan
dibersihkan sebagaimana dibakar
dan dibersihkannya emas (dari karat
dan kotorannya)! ” 18]
Setiap dada tanpa Kekasih
adalah tubuh tanpa kepal,
Manusia yang jauh dari perangkap
cinta
adalah burung tanpa sayap
~ Rumi 19]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar