Senin, 04 Desember 2017

Cintailah ahlul ilmi

Sayyidina Abubakar
RadhiAllahu anhu selalu
mengiringi Rasulullah Shallallahu
alaihi wa alaa aalihi wasallam
berjalan pulang bersama setelah
menunaikan sholat isya
berjamaah.. dan mereka berpisah
ketika nabi masuk rumahnya.. Dan
terkadang berpisah sejenak
sangatlah terasa berat bagi
Abubakar, beliau duduk didepan
pintu rumah nabi hingga fajar
tiba !!! Rasulullah keluar dari
rumah untuk sholat subuh dan
Abubakar berangkat bersama orang
terkasihnya lagi, nabi bertanya,
"kenapa sampai demikian duhai
Abubakar?". Dan Abubakar
menjawab ,
"qurratu 'ayni bika ya Rasulullah"
(engkau adalah segala penghias
dan pengobat rindu bagi mataku,
wahai Rasulullah)
Bagi kita yang tak pernah tahu
bagaimana rupa Rasulullah
Shallallahu alaihi wa alaa aalihi
wasallam cukuplah berkumpul dan
menatap para auliya atau ulama,
Imam Hasan Al Basri berkata:
Seseorang bertanya kepada Imam
Hasan Al Basri "wahai Imam hasan
katakan amalan apa yang bisa
membuat aku dekat dengan Allah
dan menyelamatkan diriku ditempat
terbaik di yaumil akhir (jannah)
dan imam Hasan menjawab
"cintailah para auliya atau ulama
(orang yang dekat dengan Allah)
dan berharap ketika Allah menatap
hati para kekasihnya itu dan disana
tertulis namamu, dan itu akan
membuat Allah membiarkan engkau
bersama mereka di tempat terbaik
Nya" In syaa Allah, Aamiin .
Mencintai Ulama dan Anjuran
Untuk Memuliakannya
Kuncup cinta tak boleh layu.
Deburan asmara mesti menggebu.
Rasa cinta adalah fitrah. Cinta
ulama mengais berkah. Penting
bagi kita semua untuk menggali
pembahasan tentang Mencintai
Ulama dan Memuliakannya. Hal ini
agar kita lebih mampu
mendekatkan diri pada Sang Maha
Kuasa melalui jalan ilmu. Jalannya
orang-orang yang diridloi oleh Allah
SWT.
Siapa Ulama?
Ulama adalah orang-orang yang
berjuang di jalan Agama melalui
ilmu. Mereka adalah orang-orang
yang mewarisi Nabi dalam menjaga
dan mensyiarkan ilmu agama.
Mensyiarkan pengetahuan pada
umat agar tetap berpegang pada
kebenaran diatas Al-Qur’an dan As-
Sunnah.
Ulama berperan mendidik dan
mengajarkan ilmu-ilmu kepada
umat agar mereka berilmu dalam
beramal. Sebab keimanan, ucapan,
dan perbuatan apabila dilakukan
tanpa disertai dengan ilmu maka
semuanya malah bisa menjadi
pedang yang menghunus, baik
terhadap orang lain maupun diri
sendiri. Pemahaman dalam urusan
agama harus menjadi pendalaman
yang mendarah daging. Apalagi
ketika kita dihadapkan pada
berbagai kewajiban yang menuntut
kita untuk mengetahui ilmunya.
Mengapa Harus Mencintai dan
Memuliakan Ulama?
Allah SWT Berfirman:
“Allah menyatakan bahwasannya
tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia, Yang
menegakkan keadilan. (juga
menyatakan yang demikian itu)
para Malaikat dan orang-orang yang
berilmu..” (QS. Ali-Imran: 18).
Dalam ayat diatas, Allah SWT
memulai dengan menyebut nama-
Nya Yang Agung. Setelah itu
dilanjutkan dengan menyebut
malaikat lantas kemudian pada
para ahli ilmu. Hal ini menunjukan
kemuliaan dan keutamaan para ahli
ilmu disisi Allah SWT. Oleh sebab
itu tidak ada alasan bagi kita untuk
tidak mencintai para ulama sebagai
bagian dari ahli ilmu.
Rasulullah SAW bersabda:
“Handaknya kamu semua
memuliakan ulama’, karena mereka
itu orang-orang yang mulia
menurut Allah dan
dimulyakan.” (Kitab Lubabul
Hadits)
Nabi SAW bersabda: “Keutamaan
seorang alim atas ahli ibadah
bagaikan keutamaan bulan di
malam purnama atas seluruh
bintang-bintang.” (Kitab Lubabul
Hadits)
Dalam satu riwayat Al Harits bin
Abu Usanah dari Sa’id Al Khudri ra.
dari Nabi SAW bersabda :
“Keutamaan seorang alim atas ahli
ibadah bagaikan keutamaanku atas
umatku.” (Kitab Tanqihul Qaul)
Nabi SAW bersabda : “Barangsiapa
memandang wajah orang alim
dengan satu pandangan lalu ia
merasa senang dengannya, maka
Allah Ta’ala menciptakan malaikat
dari pandangan itu dan
memohonkan ampun kepadanya
sampai hari kiamat.” (Kitab
Lubabul Hadits)
Nabi SAW bersabda : “Barangsiapa
memuliakan orang alim maka ia
memuliakan aku, barangsiapa
memuliakan aku maka ia
memuliakan Allah, dan barangsiapa
memuliakan Allah maka tempat
kembalinya adalah surga.” (Kitab
Lubabul Hadits)
Nabi SAW bersabda : “Hendaknya
kamu semua memuliakan para
ulama, karena mereka itu adalah
pewaris para Nabi, maka
barangsiapa memuliakan mereka
berarti memuliakan Allah dan
Rasul-Nya.” (HR. Al Khatib Al
Baghdadi dari Jabir ra., Kitab
Tanqihul Qaul)
Nabi SAW bersabda : “Tidurnya
orang alim itu lebih utama
daripada ibadah orang
bodoh.” (Kitab Lubabul Hadits)
Nabi SAW bersabda : “Barangsiapa
mengunjungi orang alim maka ia
seperti mengunjungi aku,
barangsiapa berjabat tangan
kepada orang alim ia seperti
berjabat tangan denganku,
barangsiapa duduk bersama orang
alim maka ia seperti duduk
denganku didunia, dan barangsiapa
yang duduk bersamaku didunia
maka aku mendudukkanya pada
hari kiamat bersamaku.” (Kitab
Lubabul Hadits)
Dari Anas bin Malik ra.,
bahwasanya Rasulullah bersabda :
“Barangsiapa mengunjungi orang
alim berarti ia mengunjungi aku,
barangsiapa mengunjungi aku
maka ia wajib memperoleh
syafa’atku, dan setiap langkah
memperoleh pahala orang mati
syahid.” (Kitab Tanqihul Qaul)
Dari Abu Harairah ra., saya
mendengar Rasulullah saww.
bersabda : “Barangsiapa
mengunjungi orang alim, maka aku
menjamin kepadanya dimasukkan
surga oleh Allah”. (Kitab Tanqihul
Qaul)
Nabi SAW bersabda : “Seorang alim
fiqih yang perwira (wara’) adalah
lebih berat bagi syaitan daripada
seribu orang ahli ibadah yang
tekun yang bodoh lagi
perwira.” (Kitab Tanqihul Qaul)
Sungguh hina apabila kita
menemukan orang-orang yang
membenci ulama. Hal ini
menyedihkan karena merupakan
pelecehan terhadap agama. Sebab,
agama senantiasa diperjuangkan
oleh ilmu-ilmu yang disyiarkan oleh
ulama. Lantas apabila ada orang
yang menghinakan ulama itu
berarti ia sungguh-sungguh telah
melecehkan agama. Bukan hanya
itu, orang yang melecehkan ulama
seolah sedang menentang Nabi
SAW. Sebab Nabi SAW jelas-jelas
memerintahkan kita selaku umatnya
agar memuliakan ulama, bukan
malah menghinakannya.
Naudzubillah. Semoga kita
dijadikan orang-orang yang selalu
dekat dengan ulama. Mencintai dan
memuliakannya dengan penuh
keikhlasan. Serta dijadikan orang
yang senantiasa tidak bosan untuk
mengambil ilmu dari mereka. Agar
kita menjadi orang-orang yang
diangkat derajatnya dan didekatkan
dengan Allah SWT.
Mari kita mencintai para ulama,
sbb para ulama adalh warasatul
anbiya...
hujjatul islam imam ghozali ra
bknlh dri ketrunn ulama, ttpi orng
tuanya yg sngat ta'dzim, mahabba,
wa takrimah kpda ulama2 dn
berdoa kpda allah smga anaknya
mnjdi ulama, dan alhamdulillah
anak2nya menjdi ulama yg terknl.
Smga klk ketrn kita mnjdi ulama yg
istiqomah, bertaqwa, waroi, tawdhu,
roja, khauf, mahabba kpda allah.
Ulama Pewaris Nabi
Rasulullah bersabda
“Sesungguhnya ulama adalah
pewaris para nabi. Sungguh para
nabi tidak mewariskan dinar dan
dirham. Sungguh mereka hanya
mewariskan ilmu maka barangsiapa
mengambil warisan tersebut ia
telah mengambil bagian yang
banyak.” (Tirmidzi, Ahmad, Ad-
Darimi, Abu Dawud)
Rasulullah bersabda
“Sesungguhnya Allah tidak
mencabut ilmu dengan
mencabutnya dari hamba-hamba.
Akan tetapi Dia mencabutnya
dengan diwafatkannya para ulama
sehingga jika Allah tidak
menyisakan seorang alim pun, maka
orang-orang mengangkat pemimpin
dari kalangan orang-orang bodoh.
Kemudian mereka ditanya, mereka
pun berfatwa tanpa dasar ilmu.
Mereka sesat dan
menyesatkan.”(HR. Al-Bukhari no.
100 dan Muslim no. 2673)
“Sesungguhnya Allah tidak
mencabut ilmu dengan
mencabutnya dari hamba-hamba.
Akan tetapi Dia mencabutnya
dengan diwafatkannya para ulama
sehingga jika Allah tidak
menyisakan seorang alim pun, maka
orang-orang mengangkat pemimpin
dari kalangan orang-orang bodoh.
Kemudian mereka ditanya, mereka
pun berfatwa tanpa dasar ilmu.
Mereka sesat dan
menyesatkan.”(HR. Al-Bukhari no.
100 dan Muslim no. 2673)
Periwayat Terbayak Sahabat
Rasulullah yang paling banyak
meriwayatkan hadits ialah:
Abu Hurairah 5374 hadits, Ibnu
Umar 2630 hadits, Anas bin Malik
2286 hadits, Aisyah 2210 hadits,
Ibnu ‘Abbas 1660 hadits, Jabir bin
‘Abdullah 1540 hadits, Abu Sa’id Al-
Khudri 1170 hadist, Ibnu Mas’ud
848 hadits, Ibnu ‘Amr bin Ash 700
hadits, Abu Dzarr Al- Ghifari 281
hadits, Abu Darda’ 179 hadits
(Talqih fahum ahli al-atsar karya
Ibn Jauzi)
Nabi bersabda
“Sebaik-baik manusia adalah
generasiku ( para sahabat )
kemudian generasi berikutnya
(tabi’in) kemudian generasi
berikutnya ( tabiu’t
tabi’in )” (Hadits Bukhari & Muslim)
Imam Malik rohimahullah telah
berkata :
“Setiap kebaikan adalah apa-apa
yang mengikuti para pendahulu
(salaf), dan setiap kejelekan adalah
apa-apa yang diada-adakan orang
kemudian (kholaf)” dan “Tidak akan
baik akhir dari umat ini kecuali
kembali berdasarkan perbaikan
yang dilakukan oleh generasi
pertama”.
Rasulullah bersabda
“Akan senantiasa ada di antara
ummatku sekelompok orang yang
tampil membela kebenaran, tidak
membahayakan mereka orang-orang
yang menelantarkan mereka
sehingga datang (hari Kiamat)
ketetapan Allah, sedangkan mereka
tetap dalam keadaan
demikian.” (Hadits Muslim)
Permasalahannya umat Islam
banyak pula yang merasa lebih
pandai dan mengabaikan nasehat
para ulama.alias meninggalkan
para ulama
Asy‐Syaikh Muhammad Nawawi bin
Umar al‐Bantani Rahimahullah
Ta’ala, di dalam kitabnya, Nasha‐
ihul Ibad fi bayani al‐Faadzi al‐
Munabbihaat ‘alal Isti’daadi Li
Yaumil Ma’adi membawakan
sepotong hadits tentang larangan
meninggalkan para ulama
Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda
“Akan datang satu zaman atas
umatku dimana mereka lari
(menjauhkan diri) dari (ajaran dan
nasihat) ulama’ dan fuqaha’, maka
Allah Taala menimpakan tiga
macam musibah atas mereka, iaitu
1. Allah mengangkat
(menghilangkan) keberkahan dari
rizki (usaha) mereka,
2. Allah menjadikan penguasa yang
zalim untuk mereka dan
3. Allah mengeluarkan mereka dari
dunia ini tanpa membawa iman
Dekat dengan Ulama dan Patuh
terhadap Hukama
“Hendaklah kalian berkumpul
dengan para ulama’ dan
mendengarkan perkataan hukama’,
karena sesungguhnya Allah
menghidupkan hati yang mati
dengan cahaya hikmah
sebagaimana Dia menghidupkan
bumi yang tandus dengan air
hujan.”
Hikmah adalah suatu ilmu yang
bermanfaat, sedangkan hukama’
adalah para ahli hikmah.
Berdasarkan hadist ini, hukama’
adalah ahli hikmah yang
mengetahui Dzat Allah, senantiasa
berada dalam kebenaran, baik
dalam ucapan maupun perbuatan.
Adapun ulama adalah orang alim
(shaleh) yang mengamalkan
ilmunya.
Ath-Thabrani juga telah
meriwayatkan dari Abu Hanifah
sebagai berikut:
“Hendaklah kalian berkumpul
(bergaul) dengan para kubara’, dan
bertanyalah kepada para ulama’
serta dekatlah kalian dengan para
hukama’.”
Dalam riwayat yang lain:
“Hendaklah kamu berkumpul
dengan para ulama, bersahabat
dengan para hukama’ dan dekat
dengan para kubara’.”
Mengenai bertanya kepada para
ulama’, hal ini sebagaimana Firman
Allah dalam Al-Qur’an,
“Maka bertanyalah kepada orang-
orang yang berilmu, jika kalian
tidak mengetahui.” (Al-Anbiya: 7)
Dan mengenai berkumpul bersama
para ulama atau hukama,
sebagaimana Allah Ta’ala
berfirman,
“Dan bersabarlah kamu bersama-
sama dengan orang-orang yang
menyeru Tuhannya di pagi dan
senja hari dengan mengharap
keridhaan-Nya; dan janganlah
kedua matamu berpaling dari
mereka (karena) mengharapkan
perhiasan dunia ini; dan janganlah
kamu mengikuti orang yang hatinya
telah Kami lalaikan dari mengingati
Kami, serta menuruti hawa
nafsunya dan adalah keadaannya
itu melewati batas.” (Al-Kahfi: 28)
Ulama dikelompokkan menjadi tiga
golongan, yaitu: a. Ulama’, yaitu
orang yang ‘alim (pengetahuannya
luas) tentang hukum-hukum Allah
dan mereka itu berhak memberikan
petunjuk (nasihat).
b. Hukama’ adalah orang-orang
yang mengetahui Dzat Allah SWT.
Dekat dengan mereka dapat
membuat watak menjadi terdidik,
karena dari hati mereka bersinar
cahaya makrifat (mengenali Dzat
Allah lebih dekat lagi dan rahasia-
rahasia yang lain) dan dari jiwa
mereka terpantul sinar keagungan
Ilahi.
c. Kubara’, yaitu orang-orang yang
dianugerahi makrifat terhadap
hukum-hukum Allah dan terhadap
Dzat Allah.
Berkumpul dengan orang yang ‘alim
(mengetahui tentang Allah) dapat
mendidik tingkah laku menjadi
lebih baik. Hal ini tidak lain karena
pengaruh kebiasaan-kebiasaan
mereka yang tentunya lebih baik
daripada lisan. Jadi, kebiasaan
seseorang yang dapat bermanfaat
bagimu, tentu akan bermanfaat
pula ucapannya. Begitu juga
sebaliknya.
As-Sahwardi pernah meninjau ke
sebagian masjid Al-Khaif di mina
seraya memandangi wajah orang-
orang yang berada di dalamnya.
Lalu beliau ditanya oleh seseorang
(yang berada disana), “Mengapa
tuan memandang wajah-wajah
orang itu?” Maka beliau menjawab,
“Sesungguhnya Allah telah
menjadikan beberapa orang yang
apabila memandang kepada orang
lain maka orang yang
dipandangnya itu akan merasa
damai (bahagia) dan saya pun
sedang mencari orang yang seperti
itu.”
Hal ini sebagaimana Rasulullah
saw. telah bersabda,
“Akan datang suatu masa pada
umatku, mereka lari (jauh) dari
ulama’ dan fuqaha’ (orang-orang
yang paham mengenai agama),
maka Allah akan menurunkan tiga
macam adzab kepada mereka;
Pertama, Allah mencabut
keberkahan dari usaha mereka.
Kedua, Allah memberikan
kekuasaan kepada pemimpin yang
kejam (di dunia). Ketiga, mereka
keluar dari dunia ini (mati) tanpa
membawa iman.”
(Diterjemahkan dari kitab Nasha-
ihul Ibad karangan Syaikh Nawawi
al-Bantani dengan sedikit
tambahan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar